Mengenai Saya

Foto saya
sekarang aku adl mahasiswi smstr 5 yg mnjalani hari2ku d kota yg cukup asing (terdampar d makassar) d blog ni, aku hanya ingin share tugas kul aja.... semoga bermanfaat :)

Selasa, 24 April 2012

Makna Cincin pada Sebuah Pertalian Hati Kupinang hatimu dengan ketulusan, kutandai dan kuhiasi jemarimu dengan sebuah cincin, menepikan hati dan jiwa pada keabadian. Kalimat seperti ini mungkin hanya merupakan penggalan dari beberapa kalimat yang mengukuhkan makna cincin dalam sebuah hubungan. Cincin merupakan sebuah tanda cinta. Simbol pertalian 2 hati yang saling berbagi dan melengkapi. Mas kawin pernikahan, pinangan, pertunangan atau ungkapan rasa seseorang terhadap kekasihnya umumnya ditandai dengan sebuah cincin. Cincin seakan mengukuhkan kesyakralan sebuah pertautan hati. Sedalam itukah maknanya? Para peneliti purbakala menduga bahwa cincin berasal dari gelang yang dikenakan para wanita yang ditawan di zaman primitif. Lingkaran gelang di kaki dan lengan para wanita itu, perlahan-lahan dianggap sebagai pengikat yang menunjukkan bahwa wanita itu menjadi milik seorang pria dalam suku yang menawannya. Karena perkembangan aktivitas mereka, gelang-gelang tersebut kemudian diubah menjadi sebuah cincin. Tidak ada tahun yang pasti mengenai penggunaan cincin sebagai pengikat hubungan dua insan yang saling mengasihi. Berdasarkan penelusuran sejarah purbakala, bangsa Mesir merupakan orang pertama yang mengenakan cincin kawin dalam pernikahan. Baru pada tahun 900-an, para penganut Kristiani menggunakan cincin sebagai ikatan suci pernikahan. Mengapa cincin berbentuk lingkaran? Dalam tulisan hieroglif, lingkaran berarti keabadian.Cincin kawin dianggap sebagai lambang pernikahan yang abadi. Selanjutnya, cincin juga dianggap akan mengabadikan hubungan dua orang yang saling mencintai. Secara filosofis, lingkaran merupakan lambang kelengkapan. Allah SWT menciptakan bumi ini seperti lingkaran, bulat dan berputar. Semua telah Dia sketsa dengan sempurna agar hamba-Nya mau memutar pikirannya untuk membaca, menggerakkan lidahnya untuk berbicara, melangkahkan kakinya untuk mencari, mengayunkan tanganya untuk mencoba-berusaha dan menyandarkan hatinya pada do’a yang tiada henti. Telah dicipta sebuah wacana Yang Maha Sempurna bahwa hidup tak selalu sama. Hubungan antarmanusia tak pernah berdiam di satu titik yang pasti. Kebahagiaan, kedukaan dan kematian, selalu berputar mengitari lingkaran hidup. Manusia hanya bisa memprediksi, menjalani dan berharap keabadian pertalian itu, tanpa bisa menentukan akhir cerita yang diperankannya. Lingkaran itu tak pernah berujung, dan sebuah cincin adalah harapan untuk selalu melingkari hati yang dikasihi. Cincin juga identik dengan keindahan, terutama bagi jari pemakainya. Jari manis seorang perempuan merupakan pasangan serasi sebuah cincin untuk mengikatkan ketulusan. Bagi orang Yunani Kuno, mengenakan cincin di jari manis dipercaya akan mengalirkan energi positif pada vena yang melewati jari tersebut ke jantung. Pantesan, banyak perempuan yang berdebar-debar jantungnya dan akhirnya luluh perasaannya ketika dipasangkan cincin di jari manisnya. Mitos apa fakta ya? Yang realistis sih gini. Jari manis lebih sedikit digunakan daripada jari-jari yang lain, sehingga lebih nyaman mengenakan cincin atau hiasan lain di jari manis itu. Ya, langgeng tidaknya sebuah hubungan tidak bergantung kepada sebuah cincin. Sebuah benda mati tidak akan mengalahkan kekuatan hati, hanya ketulusan dan pengertian yang bisa menjaga keutuhan dua hati. Keabadian sejati hanya milik Yang Maha Abadi.