Mengenai Saya

Foto saya
sekarang aku adl mahasiswi smstr 5 yg mnjalani hari2ku d kota yg cukup asing (terdampar d makassar) d blog ni, aku hanya ingin share tugas kul aja.... semoga bermanfaat :)

Kamis, 22 Desember 2011

Manajemen SDM

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhluk yang produktif dan dituntut untuk berkarya guna menunjukkan eksistensinya. Oleh karena itu manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhannya atau untuk dapat bertahan hidup. Kemampuan atau sumber daya manusia digunakan sebaik-baiknya dalam suatu penciptaan sehingga organisasi atau perusahaan membutuhkan sumber daya manusia yang mumpuni agar organisasi dapat bertahan lama.
Perbedaan sumber daya manusia satu dan manusia lainnya adalah mutlak, sebagaimana kita ketahui tidak satupun orang didunia ini yang memiliki kesamaan bahkan kembar identikpun tidak. Perbedaan sumber daya manusia akan memberikan perbedaan kesempatan kerja pula. Perusahaan dituntut untuk memilih sumber daya manusia yang baik yang sesuai dengan kebutuhan, sedangkan manusia membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhannya sebagai manusia, tetapi karena adanya perbedaan sumber daya manusia maka perusahaan harus melakukan suatu penyeleksian untuk menyaring sumber daya yang mampu bekerja denagn baik sesuai dengan kemampuannya dan dibutuhkan perusahaan.
Pada kesempatan ini kami mendapatkan kesempatan untuk memaparkan makalah mengenai “seleksi” yang kami anggap penting karena sebagai calon pekerja tahap penyeleksian sangat penting untuk diketahui.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja faktor yang harus diperhatikan?
2. Bagaimana tahap penyeleksian untuk seorang pelamar?

C. TUJUAN DAN MANFAAT
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang harus diperhatikan
2. Untuk mengetahui tahap penyeleksian untuk seorang pelamar





BAB II
PEMABAHASAN
SELEKSI
Proses seleksi pegawai merupakan salah satu bagian yang teramat penting dalam keseluruhan proses manajemen sumber daya manusia. Dikatakan demikian karena apakah dalam organisasi terdapt sekelompok pegawai yang memenuhi tuntutan organisasional atau tidak sangat tergantung pada cermat tidaknya proses seleksi itu dilakukan.
Proses seleksi terdiri dari berbagai langkah spesifik yang diambil untuk memutuskan pelamar mana yang akan diterima dan pelamar mana yang akan ditolak. Proses seleksi dimulai dari penerimaan lamaran dan berakhir dengan keputusan terhadap lamaran tersebut. Langkah-langkah antara proses dimulai dan proses diakhiri merupakan usaha pengkaitan antara kepentingan calon pegawai dan kepentingan organisasi.
A. FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERHITUNGKAN
1. Penawaran tenaga kerja
Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin banyak jumlah pelamar untuk diseleksi, semakin baik bagi organisasi karena dengan demikian semakin besar jaminan bahwa pelamar yang terseleksi dan diterima menjadi pegawai benar-benar merupakan tenaga kerja yang paling memenuhi berbagai persyaratan yang telah ditentukan bagi pekerjaan yang akan dilakukan. Akan tetapi bukanlah hal yang mustahil bahwa jumlah pelamar kurang dari yang diharapkan.
Ada 2 kemungkinan mengapa hal demikian bisa terjadi, yaitu:
a. Imbalan yang rendah karena pekerjaan yang lowong berada pada anak tangga terendah dalam hierarkhi organisasi.
b. Sifat pekerjaan yang menuntut spesialisasi tinggi sehingga tidak banyak pencari kerja yang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan meskipun imbalannya cukup tinggi pula.
Dengan perkataan lain, mungkin saja perbandingan antara pelamar dan yang terpilih besar atau kecil. Dalam hal perbandingan itu kecil, perlu diperhatikan bahwa penyebabnya mungkin karena persyaratan yang harus dipenuhi memang berat, atau karena mutu pelamar rendah.



2. Tantangan etis
Memegang teguh norma-norma etika menuntut antara lain disiplin pribadi yang tinggi, kejujuran yang tidak tergoyahkan, integritas karakter serta obyektivitas yang didasarkan pada kriteria yang rasional. Hal ini sangat penting karena tidak mustahil perekrut dihadapkan kepada berbgai macam godaan, seperti menerima hadiah, disogok oleh pelamar, mengkatrol nilai seleksi dari pelamar yang mempunyai hubungan darah atau hal-hal lainnya yang mengakibatkan seorang perekrut mengambil keputusan yang didasarkan
3. Tantangan organisasional
4. Kesamaan kesempatan memperoleh pekerjaaan

B. LANGKAH-LANGKAH DALAM PROSE SELEKSI
Setiap perekrut tenaga kerja yang mempunyai rasa tanggungjawab secara profesional dapat dipastikan ingin dan berusaha agar melalui proses seleksi yang dilakukannya diperoleh tenaga kerja yang paling memenuhi syarat untuk mengisi lowongan yang tersedia. Agar sasaran itu tercapai, proses seleksi menggabungkan dua hal, yaitu berkaitan langsung dengan pekerjaan yang akan dilakukan apabila lamaran seseorang diterima dan faktor-faktor lain yang meskipun tidak langsung berkaitan dengan pekerjaannya kelak, akan tetapi memberikan gambaran yang lebih akurat tentang diri pelamar yang bersangkutan.
Langkah-langkah yang biasanya ditempuh dalam proses seleksi ialah :
1. Penerimaan surat lamaran,
2. Penyelenggaraan ujian,
3. Wawancara seleksi,
4. Pengecekan latar belakang pelamar dan surat-surat resensinya,
5. Evaluasi kesehatan,
6. Wawancara oleh manajer yang akan menjadi atasan langsungnya,
7. Pengenalan pekerjaan,
8. Keputussan atas lamaran.
Langkah diatas akan dibahas secara singkat, yaitu sebagai berikut:
1. Penerimaan surat lamaransikapOrganisasi pemakai tenaga kerja menempuh langkah ini guna memperoleh kesan pertama tentang pelamar melalui pengamatan tetang penampilan, , dan faktor-faktor lain yang dipandang relevan. Dari kesan pertama inilah perusahaan akan mengambil keputusan apakah pelamar akan melanjutkan langkah berikutnya atau tidak. Bagi pelamar, kunjungan pertama ke organisasi dapat memutuskan apakah ia akan melanjutkan keinginannya untuk berkarya di organisasi itu atau tidak.
Jika pada kesan pertama keduanya mendapatkan kesan positif maka perkerut akan mengambil langkah berikutnya.

2. Penyelenggaraan ujian
Berbagai ujian diselenggarakan dan dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang obyektif dan dengan tingkat akurasi yang tinggi tentang cocok tidaknya pelamar dengan jabatan atau pekerjaan yang akn dipekerjakan kepadanya.
Pada dasarnya terdapat tiga jenis tes yang ditempuh oleh pelamar, yaitu:
a. Tes psikologi
b. Tes yang menguji pengetahuan pelamar
c. Tes pelaksaan kerja
3. Wawancara seleksi
Wawancara sebagai alat seleksi merupakan pembicaraan formal antara perekrut dengan pelamar.
Tipe-tipe wawancara, saat ini dikenal paling sedikit lima jenis wawancara, yaitu:
a. Wawancara tidak terstruktur
b. Wawancara terstruktur
c. Gabungan antara tidak terstruktur dan terstruktur
d. Pemecahan masalah
e. Wawancara dalam situasi stres
4. Pengecekan latar belakang pelamar dan surat-surat resensinya
Permintaan informasi referensi dari orang-orang tertentu merupakan usaha yang sistematik untuku mengetahui lebih mendalam tentang latar belakang seorang pelamar. Pentingnya pengetahuan tentang latar belakang tersebut berbeda dari seorang pelamar ke pelamar yang lain, tergantung pada jabatan yang dipangkunya dan tugas pekerjaan yang akan dipercayakan kepadanya.
Pengecekan latar belakang tersebut sangat intensif karena disamping kemampuan, dituntut pula berbagai persyaratan lainnya seperti loyalitas, kejujuran, integritas kepribadian dan syarat-syarat lain yang sejenis.

5. Evaluasi kesehatan
Evaluasi kesehatan dimaksudkan untuk menjaminbahwa pelamar berada dalam kondisi fisik yang sehat.
Tujuan yang ingin dicapi dalam evaluasi kegiatan, antara lain :
a. Menjamin bahwa pelamar tidak menderita penyakit kronis dan menular;
b. Memperoleh informasi apakah secara fisik pelamar mampu menghadapi tantangan dan tekanan tugas pekerjaannya;
c. Memperoleh Gambaran tetang tinggi rendahnya premi asuransi yang harus dibayar terutama dalam hal organisasilah yang membayar premi tersebut bagi karyawannya, suatu praktek yang terdapat dalam banyak organisasi pemakai tenaga kerja.
6. Wawancara oleh manajer yang akan menjadi atasan langsungnya
Hal ini sangat penting agar seorang pelamar dapat merasa nyaman dengan orang-orang dari perusahaan tersebut.
7. Pengenalan pekerjaan
Seorang pelamar akan melakukan suatu pekerjaan maka penyelia akan memberi tahukan apasaja yang akan dialkukan oleh seorang pelamar ketika telah menjadi bagian organisasi
8. Keputusan atas lamaran
Setelah tahap-tahap diatas telah usai maka organisasi akan mengambil keputusan untuk seorang pelamar apakah akan diterima atau ditolak jika diterima maka langkah berikutnya adalah penempatan pegawai.











BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Faktor- faktor yang harus diperhitungkan
a. Penawaran tenaga kerja
b. Tantangan etis
c. Tantangan organisasional
d. Kesamaan kesempatan memperoleh kerja

2. Langkah-langkah yang biasanya ditempuh dalam proses seleksi ialah :
1. Penerimaan surat lamaran,
2. Penyelenggaraan ujian,
3. Wawancara seleksi,
4. Pengecekan latar belakang pelamar dan surat-surat resensinya,
5. Evaluasi kesehatan,
6. Wawancara oleh manajer yang akan menjadi atasan langsungnya,
7. Pengenalan pekerjaan,
8. Keputusan atas lamaran.

B. SARAN DAN KRITIK
Sebagai calon pekerja maka kita harus memahami proses seleksi ini













DAFTAR PUSTAKA
S.P SIAGIAN, MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA, JAKARTA:BUMI AKSARA, 2010

makalah perkembangan peserta didik

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Individu adalah pribadi yang utuh dan kompleks. Kekompleksan terrsebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Oleh karenanya, disamping individu harus memahami orang lain dan memahami kehidupan juga harus memahami orang lain dan memahami kehidupan bersama di dalam masyarakat, memahami lingkungan, serta memahami pula bahwa ia adalah mahluk Tuhan. Sebagai mahluk psiko-fisis manusia memiliki kebutuhan-keburhan fisik dan psikologis, dan sebagai mahluk individu dan mahluk sosial, manusia mempunyai kebutuhan individu (yang juga dikenal sebagai kebutuhan pribadi)dan kebutuhan sosial kemasyarakatan. Dengan demikian maka setiap individu tentu memiliki kebutuhan, karena ia tumbuh dan berkembang untuk mencapai kondisi fisik dan sosio psikologis yang lebih sempurna dalam kehidupannya.

B. Rumusan masalah
Ada beberapa rumusan masalaha dalam menyelesaikan makalah ini antara lain sebagai berikut:
1. Apa yang di butuhkan oleh remaja ?
2. Apa yang di butuh oleh individu atau pribadi seseorang?
3. Masalah yang dihadapi oleh remaja?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahu kebutuhan remaja.
2. Untuk kebutuhan individu.
3. Untuk mengetahui masalah yang dihadapi oleh remaja.





BAB II
PEMBAHASAN
A. Kebutuhan Remaja
1. Teori kebutuhan individu
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya menuju ke jenjang kedewasaan, kebutuhan hidup seseorang mengalami perubahan-perubahan sejalan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Kebutuhan sosial psikologis semakin banyak dibandingkan dengan kebutuhan fisik, karena pengalaman kehidupan sosialnya semakin luas. Ikebutuhan itu timbul disebabkan oleh dorongan-dorongan (motif). Dorongan adalah keadaan dalam peribadi seseorang yang mendorongnya untuk melakukan suatu pebuatan untuk mencapai tujuan tertentu (suryabrata, 1971 & lifton, 1982). Dorongan dapat berkembang karena kebutuhan psikologis atau karena tujuan-tujuan kehidupan yang semakin kompleks. Lebih lanjut Lifton (1982) menyatakan bahwa kebutuhan dapat muncul karena keadaan psikologis yang mengalami gomncangan atau ketidak seimbangan. Munculnya kebutuhan tersebut untuk mencapai keseimbangan atau keharmonisan hidup.
Kebuthan dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. kebuthan primer pada hakikatnya merupakan kebutuhan biologis atau organik dan umumnya merupakan yang didorong oleh motif asli. Contoh kebutuhan primer itu antara lain adalah: makan, minum, bernafas, dan kehangatan tubuh. Pada tingkat remaja dan dewasa kebutuhan primer ini dapa bertambah, yaitu kebutuhan seksual. Sedangkan kebutuhan sekunder pada umunya merupakan kebutuhan yang didorong oleh motif yang dipelajari , seperrti misalanya kebutuhan untuk mengajar pengetahuan, kebutuhan untuki mengikuti pola hidup masyarakat, dan semacamnya. Dalam perkembanga kehidupan yang semakin kompleks, pemisahan jenis kebutuhan yang didorong oleh motif asli dan motif-motif yang lain semakin sukar dibedakan.
Dalam kehidupan sehari sering dikenal pula adanya kebutuhan pokok (primer);seperti pangan, sandang, dan papan, dan kebtuthan kedua (sekunder); seperti hiburan, alat transportasi, dan semacamnya. Kebutuhan pokok dipandang sebagai kebutuhan yang mendesak dan harus segera dipenuhi, sedang kebutuhan kedua pemenuhannya dapat ditunda bilamana perlu dan dilihat pada skala prioritasnya. Kebutuhan sosial psikologis seoran gindividu terusd mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kondisi kehidupannya yang semakin luas dan kompleks.
Menurut teori Freud, sruktur kepribadian seseorang berunsur tiga komponen utama, yaitu: id, ego, dan superego. Ketiganya merrupakan faktor-faktor penting yang mendorong terbentuknya sikap dan perilaku manusia serta struktur pribadi. Teori psikonalisis Freud diawali dengan mengemukakan asumsi bahwa dorongan utama yang pada hakekatnya berada pada id, senantiasa akan muncul pada setiap perilakui. Id di kenal sebagai instink pribadi dan merupakan dorongan asli yang dibawa sejak lahir. Id merupakan sumber kekuatan instink pribadi yang bekerja atas dasar prinsip kenikmatan yang pada proses berikutnya akan memunculkan kebutuhan dan keinginan. Ego adalah komponen kepribadian yang praktis dan rasional; berdasarkan ego-nya manusia mencari kepuasan atau kenikmatan bardasarkan kenyataan (realita), berfungsi menghambat munculklnya dorongan asli (id) secara bebas dalam berbagai bentuk. Dengan demikian tugas ego adalah menyakaraskan (menyeimbangkan) pertentanga yang terjadi antara id dan tuntutan sosial. Superego mjerupakan bagian dari konsep diri, yang di dalamnya terkandung kata hati yang bekerja sesuai dengan sistem moral dan ideal.
Erikcson ( Buss, 1978 ) dalam menyelesaikan pertentangan antara dorongan pribadi dan tuntutan sosial mengajukan pandangan yang sekaligus merupakan revisi bagi teori Freud. Pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan pertentangan itu lebih bersifat sosial dan berorientasi kepada ego.dalam hal ini, erickson lebih melihat kepentingan sosial. Revisi Erickson ini dimaksud bahwa kebutuhan kebutuhan dalam perkembangan manusia perlu lebih dilihat dari sisi kepentingan sosial.
Rogers ( Buss, 1978 ) juga mengemukakan pendekatan tentang perkembangan pribadi individu. Dinyatakan bahwa seseorang individu pada hakekatnya mencoba mengekspresikan kemampuan, potensi dan bakatnya untuk mencapai tignkat perkembangan pribadi yang sempurna atau mapan. Rogers menyatakan dakam teorinya bahwa manusia memiliki kebutuhan untuk mengaktualisasi dir. Apabila pengaktualisasi diri itu daspat diwujudkan, maka hal itu merupakan pertanda bahwa individu telah mencapai tingkat pertumbuhan pribadi yang semakin luas lingkupnya dengan demikian manusia menjadi lebih bersikap sosial. Manusia dapat beraktualiasasi diri dengan baik apabila telah mampu memperluas atau mengembangkan konsep dirinya.
Menurut Maslow, manusia itu melakukan tindakan atau perbuatannya karena didorong untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar itu tersusun secara herarkis dari yang terendah ke kebutuhan yang tertinggi, yaitu dimulai dari kebutuhan jasmani, keamanan, cinta kasih, penghargaan sampai dengan kebutuhan aktualisasi diri. Ini berarti bahwa seseorang bukan merasa memerlukan perlindungan atau keamana sebelum dipenuhinya kebuthan jasmaniah seperti maka, minum, istiraha, udara segar, dan seks. Teapi 80 % kebutuhan jasmaniah ini terpenuhi, makan akan mumcula rasa kebutuhan keamanan dengan kekuatan sekitar 150 %. Begitu seharusnya menurut Maslow.
Lain halnya dengan Lewis (1993) menyatakan bahwa kegiatan manusia itu didorong oleh kebutuhan jasmaniah psikologis, ekonomi, sosial, politik, penghargaan, dan aktualisasi diri. Tampaknya mereka mengembangkan dua kebutuhan dasar manusia menurut Maslow ( kebutuhan keaman dan cinta kasih )ke dalam empat kebutuhan dasar yaitu psikolgois, ekonomi, social, dan politik.
Sejak bayi, kehidupan manusia kecil itu perilakunya didominasi oleh kebuthan-kebuthan biologis yakni kebutuhan untuk mempertahankan diri. Kebutuhan ini disebut deficiency nedd yaitu kebutuhan untuk pertumbuhan dan memang diperlukan untuk tetap hidup (suvival) pada kehidupan di tahun-tahun berikutnya. Kemudian muncul kebutuhan untuk mengembangkan diri, yang hal ini terjadi karena faktor lingkungan dan faktor belaja; seperti kebutuhan akan cinta kasih, kebutuhan untuk memiliki ( ditandai berkembangnnya “aku” manusia kecil), kebutuhan harga diri, kebutuhan kebebasan, kebutuhan untuk berhasil, dan munculnya kebutuhan untuk bersaing dengan yang lain. Kebutuhan tersebut oleh Murray (Lindgren, 1980) dinyatakan sebagai need for aflication atau dikenal sebagai n’ Aff dan i need for achievement sebagai n’ Ach. n’ Aff ini oleh Rogers dan Maslow (1954) dikenal sebagai self actualizing need. Kebutuhan untuk mengaktualisasi dir ditandai oleh berkembangnya kemampuan mengekpresi diri taitu menyatakan potensi yang dimilikinya menjadi lebih efektif dan kompeten

2. Kebuthan remaja, masalah, dan konsekuensinya
a. Kebutuhan remaja
Bebrapa jenis kebutuhan ramaja dapat disebutkan antara lain adalah:
a) Kebutuhan organik, seperti makan, minum, bernafas, seks;
b) Kebutuhan emosional, yaitu kebutihan untuk mendapatkan simpati dan pengakuan dari pihak lain, dikenala dengan n’Aff (need of aflication).
c) Kebutuhan berprestasi atau need of achieven ( yang dikenal dengan n’ Ach), yang berkembang karena didorong utnuk mengembangkan potensi yang dimiliki dan sekaligus menunjukkan kemampuan psiko-fisis;
d) Kebutuhan untuk mempertahankan dir dan mengmbangkan jenis.
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Hall (Liebert, dkk , 1974) memandangnya bahwa masa remaja ini sebagai masa storm and stress. Ia menyatakan bahwa selama masa remaja banyak masalah yang dihadapi karena remaja itu berusaha menemukan jati dirinya (identitasnya). Usaha penemua jati diri remaja dilakukan dengan berbagai pendekata, agar ia dapat mengaktualisasi secar baik. Aktualisasi diri merupakan bentuk kebutuhan untuk mewujudkan jati dirinya.
Pertumbuhan fisik dan perkembangan sosio-psikologis di masa remaja pada dasarnya merupakan kelanjutan, yang dapat diartikan penyempurnaan prises pertumbuhan dan perkembangan sebelumnya. Seperti hanya pertumbuhan fisik yang ditandai denga muunculnya tanda-tanda kelamin sekunder merupakan awal masa remaja sebagai indikator menuju tingkat kematanga fungsi seksual seseorang. Sekalipun diakui bahwa kebutuhan dalam pertumbuhan dan perkembangan remaja masih mencakup kebuthan fisik dan kebutuhan sosial psikologis, namun pada masa remaja ini kebutuhan sosial psikologis lebih menonjol. Bahwa antara kebutuhan keduanya (fisik dan psikologis) saling terkait. Oleh karena itu pembagian yang memisahkan kebutuhan atas dasar kebutuhan fisik dan psikologis pada dasarnya sulit dilakukan secara tegas. Sebagai contoh, “makan” adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan fisik, akan tetapi pada jenjang masa remaja” makan bersama dengan orang tertentu” yang berlaku di dalam budaya kehidupan masyarakat merupakan kebuthan yang tidak hanya dikelompokkan sebagai kebuthan fisik semata. Kebuthan tersebut dapat dikelolmpokkan kedalam kebutuhan ewmosional.

Disamping itu remaja membutuhkan pengakuan akan kemampuannya. Remaja butuh pengakuan bahwa ia (mereka) telah mampu berdiri sendiri, mampu melaksanak tugas seperti orang dewasa, dan dapat bertanggung jawab atas sikap dan perbutan yang dikerjakannya. Faktor non fisik, yang secar integratif tergabung di dalam faktor sosio-psikologis dijiwai tiga potensi dasar yang dimiliki manusia yaitu pikir, rasa, dan kehendak. Kegiatannya secara potensial mendorong munculnya berbagai kebutuhan. Remaja telah memahami berbagai aturan didalam kehidupan bermasyarakat, dan tentu saja ia(mereka) berupaya untuk mengikuti norma-norma itu.
Dalam kehidupan dunia modern, manusia tidak saja hanya berfikir tentang kebutuhan pokok, mereka telah lebih maju. Pemikirannya tela bercakrawala luas, oleh karen itu kebutuhan pukuknya sudah berkembang. Pendidikan dan hiburan, misalnya, telah menjadi kebutuhan hidupanya yang mendasak, bahkan telah masuk pada daftar kebutuhan pokok. Kini anda dapat mengamati lingkungan, bahwa peilaku ini tentu ada faktor yang mendorong dan mempengaruhinya. Dalam menghadapi masalah dan pengembang sosial psikologis, menjadi manusia berprestasi telah merupakan kebutuhan sosial yang membimbingnya untuk berhasil dan lebih kanjut untuk menjadi orang yang berprestasi dan berhasil.

b. Masalah dan konsekuensinya
Beberapa masalah yang dihadapi remaja sehubungan dengan kebutuhan-kebutuhannya dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Upayah untuk dapat mengubah sikap dan perilaku kekanak-kanakan menjadi sikap dan perilaku dewasa tidak seemuanya dapat dengan mudah dicapai baik oleh remaja laki-laki maupun perempuan. Pada masa ini remaja menghadapi tugas-tugas dalam perubahan sikap dan perilaku yang besar, sedang dilain pihak harapa ditumpukan pada remaja muda untuk dapat eletakkan dasar-dasar bagi pembentukan sikap dan perilaku.
b) Seringkali para remaja mengalami kesulitan untuk menerima perubahan-perubahan ffisiknya. Hanya sedikit remaja yang merasa puas dengan tubuhnya. Hak ini disebakan karena perrtumbuhan tubuhnya diras kurang serasi. Kegagalan dalam mengatasi ketidakpuasan ini dapat mengakibatkan menurunnya harga diri, dan akibat lebih lanjut dapat menjadikan remaja bersikap keras dan agresif atau sebaliknya bersikap tidak percaya diri, pendiam atau harga diri kurang.
c) Perkembangan pada fungsi seks pada masa ini dapa meimbulkan kebungunan remaja untuk memahaminya, sehingga sering terjadi salah tingkah dan perilaku yang menetang norma. Pandangannya terhadap sebaya lain jenis kelamain dapat menimbulkan kesulitan dalam pergaulan. Bagi remaja laki-laki dan berperilaku “menentang norma” ndan bagi bramaja perempuan akan berpeilaku” mengurung diri” atau menjauhi pergaulan dengan senaya lain jenis.
d) Dalam memasuki kehiduoan bermasyarakat, remaja yang terlalu mendambakan kemandirian dalam arti menilai dirinya cukup mampu untuk mengatasi problema kehidupan kebanyakam akan menghadapi berbagai masalah, terutama masalah penyesuaian emosional.
e) Harapan-harapan untuk dapat berdiri sendir untuk hidup mandiri secara social ekonomis, akan berkaitan dengan berbagai masalah untuk menetapkan pilihan jenis pekerjaan dan jenis pendidikan. Penyesuaian sosial merupakan salah satu yang sangat sulit dihadapi oleh remaja. Mereka bukan saja haru menghadapi satu arah kehidupan, yaitu keagamaan norma dalam kehidupan bersama dalam masyarakat, tetapi juga norma baru dalam kehidupan sebay remaja dan kuatnya pengaruh kelompok sebaya.
f) Berbagai norma dan nilai yuan gberlaku di dalam hidup bermasyarakat merupakan masalah tersendiri bagi remaja; sedang dipihak remaja merasa memiliki nilai dan norma kehidupannya yang dirasa lebih sesuai. Dalam hal ini pera remaja menghadapi perbedaan nilai dan norma kehidupan. Menghadapi perbedaan norma ini merupakan kesulitan tersendiri bagi kehidupan remaja.

B. Pemenuhan Kebutuhan Remaja Dan Implikasinya Dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Pemenuhan kebutuhan fisik atau organik merupakan tugas pokok. Kebutuhan ini harus dipenuhi, karena hal ini merupaka kebutuhan untuk mempertahankan kabutuhannya agar tetap survival. Tidak berbeda dengan pemenuhan kebutuhan serupa dimasa perkembangan sebelumnya, kebutuhan ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, terutama ekonomi keluarga. Akibat tidak terpenuhinya kiebutuhan fisik ini akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan peribadi dan pengembangan psikososial seorang individu. Menghadapi kebutuhan ini latihan kebersihan, hidup teratur dan sehat sangat perlu ditanamkan oleh orang tua, ekolah dan lingkungan masyarakat kepada anak-anak dan para remaja. Realisasi hal ini di sekolah adalah pendidikan kesehatan, pendidikan jasmani dan pentignnya Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
Khusus kebutuhan seksual, yang hal ini juga merupakan kebutuhan fisik remaja, usaha pemenuhannya harus mendapat perhatian khusus dari orang tua, terutama ibu. Sekalipun kebutuhan seksual merupakan bagian dari kebutuhan fisik, namun hal ini menyangkut faktor lain untuk diperhatikan dalam pemenuhannya. Orang tua harus cukup waspada dan secara dini menjelaskan dan memberikan pengerrtian arti dan fungsi kehidupan seksual bagi remaja (terutama perempuan) dan arti seksual dalam kehidupan secara luas. Dalam pemenuhan kebutuhan dan dorongan seksual pada remaja, dimana pada saat itu ia (mereka) telah menyadari akan adanya norma agama, sosial, dan hukum, remaja melakukannya secara diam-diam melalui aktivitas onani masturbasi. Karena itu pendidikan seks di sekolah dan terutama di dalam keluarga harus mendapatkan perhatian. Program bimbingan keluarga seperti bimbingan perkawinan, dan dilakukan ileh setiap organisasi ibu-ibu dan organisasi wanita pada umumnya.
Sekolah sekali-kali perlu mendatangkan ahli atau dokter untuka memberikan ceramah atau penjelasan tentenag masalah-masalah remaja,khusunya seeksual. Dismaping itu kegiatan kelompok seperti olahraga, karang tarauna, wisata karya, dan sebagainya yang dibimibing dan diawasi oleh guru adalah merupakan kegiatan yang dapat digunakan untuk penyaluran dorongan kebutuhan eksual para siswa yang sehat.

tugas manajemen stratejik

TUGAS 1 (Manajemen Strategik)
1. PENGERTIAN MANAJEMEN, STRATEGIK, DAN MANAJEMEN STRATEGIK
A. Pengertian Manajemen
Istilah manajemen berasal dari kata management (bahasa Inggris), turunan dari kata “ to manage” yang artinya mengurus atau tata laksana atau ketata laksanaan. Sehingga manajemen dapat diartikan bagaimana cara manajer (orangnya) mengatur, membimbing dan memimpin semua orang yang menjadi pembantunya agar usaha yang sedang digarap dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Banyak ahli yang memberikan definisi tentang manajemen, diantaranya:
1. Harold Koontz & O’ Donnel dalam bukunya yang berjudul “Principles of Management” mengemukakan, “Manajemen adalah berhubungan dengan pencapaian sesuatu tujuan yang dilakukan melalui dan dengan orang-orang lain”.
2. George R. Terry dalam buku dengan judul “Principles of Manajemen” memberikan definisi: “ Manajemen adalah suatu proses yang membedakan atas perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan pelaksanaan dan pengawasan, dengan memanfaatkan baik ilmu maupun seni, agar dapat menyelesaikan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
3. James A. F. Stoner, menyatakan bahwa “Manajemen adalah seni untuk melaksanakan suatu pekerjaan melalui orang-orang”.
4. Drs. Malayu S.P Hasibuan, Manajemen adalah ilmu dari seni mengatur proses pemanfaatan Sumber Daya Manusia dan sumber-sumber secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu.
5. Prof. Dr. Sondang P. Siagian, Manajemen ialah kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh hasil dalam rangka penyampaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain.
6. Marry Parmer Foller, Manajemen adalah seni melestarikan suatu pekerjaan melalui orang lain.
B. Pengertian Strategik
1. Strategik adalah rencana jangka panjang dengan diikuti tindakan-tindakan yang ditujukan untuk mencapai tujuan tertentu, yang umumnya adalah "kemenangan". Strategi dibedakan dengan taktik yang memiliki ruang lingkup yang lebih sempit dan waktu yang lebih singkat, walaupun pada umumnya orang sering kali mencampuradukkan ke dua kata tersebut. dll.
2. Strategik adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu.Kata "strategi" adalah turunan dari kata dalam bahasa Yunani, stratēgos. Adapun stratēgos dapat diterjemahkan sebagai 'komandan militer' pada zaman demokrasi Athena.
C. Pengertian Manajemen Strategik
1. Manajemen strategis adalah seni dan ilmu penyusunan, penerapan, dan pengevaluasian keputusan-keputusan lintas fungsional yang dapat memungkinkan suatu perusahaan mencapai sasarannya.
2. Manajemen strategis adalah proses penetapan tujuan organisasi, pengembangan kebijakan dan perencanaan untuk mencapai sasaran tersebut, serta mengalokasikan sumber daya untuk menerapkan kebijakan dan merencanakan pencapaian tujuan organisasi. Manajemen strategis mengkombinasikan aktivitas-aktivitas dari berbagai bagian fungsional suatu bisnis untuk mencapai tujuan organisasi.
3. Manajemen strategis merupakan proses atau rangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang bersifat mendasar dan menyeluruh, disertai penetapan cara melaksanakannya, yang dibuat oleh pimpinan dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran di dalam suatu organisasi, untuk mencapai tujuan.
4. Menurut Pearch dan Robinson (1997) dikatakan bahwa manajemen stratejik adalah kumpulan dan tindakan yang menghasilkan perumusan (formulasi) dan pelaksanaan (implementasi) rencana-rencana yang dirancang untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi.
5. Pengertian manajemen strategis menurut Nawawi adalah perencanaan berskala besar (disebut perencanaan strategi) yang berorientasi pada jangkauan masa depan yang jauh (disebut visi), dan ditetapkan sebagai keputusan pimpinan tertinggi (keputusan yang bersifat mendasar dan prinsipil), agar memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif (disebut misi), dalam usaha menghasilkan sesuatu (perencanaan operaional untuk menghasilkan barang dan/atau jasa serta pelayanan) yang berkualitas, dengan diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan (disebut tujuan strategis) dan berbagai sasaran (tujuan operasional) organsasi.

jurnal filsafat adm

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam era globalisasi dewasa ini ditandai dengan ketatnya tantangan dan persaingan, serta pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengharuskan setiap umat manusia untuk menghadapinya. Kesaktian ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong manusia berusaha untuk memilikinya melalui proses pembelajaran, guna dimanfaatkan dari berbagai aspek kehidupan. Kaitannya antara kemampuan untuk mengetahui sesuatu (knower) dengan kemampuan menalar atau berpikir (knowing) sesuatu berupa kognitif adalah kemampuan menalar atau berpikir terhadap sesuatu aksi dan reaksi, afektif adalah kemampuan untuk merasakan apa yang telah diketahui, dan konaktif adalah kemampuan untuk mencapai apa yang dirasakan.
Ilmu atau science merupakan segenap pengetahuan yang bermakna ganda (mengandung dari berbagai arti). Ilmu adalah sekumpulan pengetahuan manusia yang rasional dan kognitif, dengan disusun secara sistematis dan menggunakan metode tertentu sehingga bermanfaat di bidang pekerjaan.
Ilmu administrasi merupakan hasil pemikiran penalaran manusia yang disusun berdasarkan dengan rasionalitas dan sistematika yang mengungkapkan kejelasan tentang objek formal, yaitu pemikiran untuk menciptakan suatu keteraturan dari berbagai aksi dan reaksi yang dilakoni oleh manusia dan objek material, yaitu manusia yang melakukan aktivitas administrasi dalam bentuk kerjasama menuju terwujudnya tujuan tertentu.
Perkembangan pemikiran dan penalaran manusia yang berdasarkan kaidah dan norma-norma administrasi tidak hanya dipandang sebagai ilmu pengetahuan, tetapi mereupakan bagian kehidupan manusia yang menuntut terciptanya spesialisasi menuju kemahiran terhadap suatu keterampilan dari berbagai bidang kegiatan dalam memenuhi kehidupan manusia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang ini dapat di tarik rumusan masalah yaitu:
1. Apa saja syarat-syarat ilmu?
2. Macam-macam pengkategorian ilmu?
3. Bagaimana silsilah ilmu administrasi?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui syarat-syarat ilmu
2. Untuk mengetahui Macam-macam pengkategorian ilmu.
3. Untuk mengetahui silsilah ilmu administrasi.
D. Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui Apa saja syarat-syarat ilmu
2. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui Macam-macam pengkategorian ilmu.
3. Sss
4. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui Bagaimana silsilah ilmu administrasi.











BAB II
PEMBAHASAN
A. Syarat-Syarat Ilmu
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu[4]. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
1. Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, sehingga disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
2. Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
3. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , dan mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
4. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.
B. Pengkategorian Ilmu
Ilmu alam
• Fisika
o Akustik
o Astrodinamika
o Astrofisika
o Astronomi
o Biofisika
o Fisika atom, molekul, dan optik
o Fisika bahan padat
o Fisika komputasi
o Dinamika
o Dinamika fluida
o Dinamika kendaraan
o Fisika bahan
o Fisika matematis
o Fisika nuklir
o Fisika partikel (atau fisika energi tinggi)
o Fisika plasma
o Fisika polimer
o Kriogenik
o Mekanika
o Optik
• Biologi
o Anatomi
o Antropologi fisik
o Astrobiologi
o Biokimia
o Biofisika
o Bioinformatika
o Biologi air tawar
o Biologi sel
o Biologi struktur
o Biologi molekul
o Biologi pertumbuhan
o Biologi pertumbuhan evolusioner ("Evo-devo" atau evolusi pertumbuhan)
o Biologi laut
o Botani
o Ekologi
o Entomologi
o Epidemiologi
o Evolusi (Biologi evolusioner)
o Fikologi (Algologi)
o Filogeni
o Fisiologi
o Genetika (Genetika populasi, Genomika, Proteomika)
o Histologi
o Ilmu kesehatan
 Farmakologi
 Hematologi
 Imunoserologi
 Kedokteran
 Kedokteran gigi
 Kedokteran hewan
 Onkologi (ilmu kanker)
 Toksikologi
o Ilmu saraf
o Imunologi
o Kladistika
o Mikrobiologi
o Morfologi
o Ontogeni
o Patologi
o Sitologi
o Taksonomi
o Virologi
o Zoologi
• Kimia
o Biokimia
o Elektrokimia
o Ilmu bahan
o Kimia analitik
o Kimia anorganik
o Kimia fisik
o Kimia komputasi
o Kimia kuantum
o Kimia organik
o Spektroskopi
o Stereokimia
o Termokimia
o Metode Penelitian Komunikasi
• Ilmu bumi
o Geodesi
o Geografi
o Geologi
o Limnologi
o Meteorologi
o Oseanografi
o Paleontologi
o Seismologi
Ilmu social
o Ilmu sosial
o Administrasi
o Antropologi
o Arkeologi
o Demografi
o Ekonomi
o Fenomena sosial
o Filsafat
o Filsafat sosial
o Hukum
o Ilmu dan perencanaan perkotaan
o Ilmuwan sosial
o Jenis kelamin
o Komunikasi
o Linguistik
o Organisasi ilmu social
o Psikologi
o Analisis perilaku
o Biopsikologi
o Neuropsikologi
o Psikofisika
o Psikometri
o Psikologi eksperimen
o Psikologi forensik
o Psikologi humanis
o Psikologi industri dan organisasi
o Psikologi kepribadian
o Psikologi kesehatan
o Psikologi klinis
o Psikologi kognitif
o Psikologi pendidikan
o Psikologi pertumbuhan
o Psikologi sensasi dan persepsi
o Psikologi sosial
o
• Sosiologi
• Hukum
Ilmu terapan
• Ilmu Komputer dan Informatika
o Ilmu komputer
o Ilmu kognitif
o Informatika
o Cybernetics
o Systemics
• Rekayasa
o Ilmu biomedik
o Ilmu pertanian
o Rekayasa listrik
o Rekayasa pertanian
C. Silsilah Ilmu Administrasi
Dengan dan melalui analisis sejarah dapat dilacak dan diketahui bahwa pada kira-kira tahun 1300 SM, bangsa Mesir telah mengenal Administrasi. Max Webber, seorang sosiolog berkebangsaan Jerman yang terkemuka pada zamannya, meyakini Mesir sebagai satu-satunya Negara yang paling tua yang memiliki administrasi birokratik. Demikian juga di Tiongkok kuno, dapat diketahui tentang konstitusi Chow yang dipengaruhi oleh ajaran Confucius dalam “Administrasi Pemerintahan”. Dari Yunani (430 SM) dengan susunan kepengurusan Negara yang demokratis, Romawi dengan “De Officiis dan “De Legibus”nya Marcus Tullius Cicero; dan abad 17 di Prusia, Austria, Jerman, dan Prancis, dengan Kameralis, yang mengembangkan ilmu Administrasi Negara, misalnya system pembukuan dalam hal Administrasi Keuangan Negara, Merkanitilis (sentralisasi ekonomi dan politik) dan kaum Fisiokrat yang berpengaruh selama kurun waktu 1550-1700-an.
Awal Pemikiran administrasi awalnya dikuasai oleh nilai-nilai budaya yang anti bisnis, anti prestasi, dan sebagian besar anti manusia. Indusrialisasi tidak bisa muncul apabila orang-orang harus menjadi pusat-pusat mereka dalam hidup, bila raja-raja yang dikuasai oleh pusat, mendikte, dan bila orang-orang dihimbau untuk mengambil tidak bermaksud untuk pemenuhan yang individu di dunia ini tetapi untuk menantikan seseorang yang lebih baik. Di depan revolusi industri, Masyarakat-masyarakat dan ekonomi adalah sangat utama dan statis, dan nilai-nilai politis melibatkan pengambilan keputusan yang secara sepihak oleh sebagian orang otoritas pusat. Walaupun beberapa awal gagasan untuk manajemen yang muncul, mereka sebagian besar dilokalisir. Organisasi-organisasi bisa menjadi kekuasaan raja, di pendekatan dogma bertujuan untuk setia, dan disiplin ketat ala militer. Ada sebagian kecil atau tidak ada untuk mengembangkan satu badan formal dari manajemen yang dipikirkan di bawah ini bukan keadaan yang terindustrialisasi.
Adapun puncak analisis ilmiah (scientific analysis) mengenai fenomena administrasi berdasarkan fakta sejarah dimulai pada akhir abad ke 19 dengan munculnya gerakan manajemen ilmian “Scientific Management” yang diperoleh oleh Frederick Winslow Taylor (1856-1925) sekaligus memberikan identitas “ilmu” bagi Administrasi yang kemudian disempurnakan dengan munculnya berbagai teori dan pendekatan bagi studi administrasi, seperti teori dan pendekatan birokrasi, hubungan manusia (human relation), teori pendekatan dan perilaku, pendekataMasa perkembangan ilmu administrasi, sejak lahirnya tahun 1886 sampai sekarang telah menjalani empat masa, yaitu :
1. Masa pertama disebut survival period (1886-1930). Tahun 1886 sering disebut sebagai “tahun” lahirnya ilmu administrasi, karena pada tahun itulah gerakan manajemen/administrasi ilmiah dimulai oleh Frederick Winslow Taylor di Amerika Serikat yang dijuluki bapak ilmu manajemen, dan kemudian diikuti oleh Henry Fayol di Prancis yang dijuluki pula bapak ilmu Administrasi. Dalam masa ini para sarjana mulai memperjuangkan supaya pengetahuan administrasi sebagai ilmu yang mandiri atau sebagai salah satu tertib-ilmu (disiplin). Demikian juga dalam masa inilah para ahli dan sarjana mengkhususkan dirinya dalam bidang administrasi dan manajemen.
2. Masa kedua disebut consolidation and completion period (1930-1945). Dalam masa ini asas-asas, rumus-rumus dan kaidah-kaidah (norma) ilmu administrasi lebih disempurnakan. Dan dalam masa ini juga mutu (quality) dan jumlah (quantity) para sarjana administrasi turut dikembangkan serta gelar-gelar kesarjanaan dalam ilmu administrasi Negara dan niaga banyak diberikan oleh lembaga-lembaga pendidikan tinggi.
3. Masa ketiga disebut human relations period (1945-1959). Dalam masa ini para sarjana administrasi mulai memperhatikan segi manusiawi dan menyelidiki segala hubungan dari semua orang dalam kegiatan kerjasama, baik hubungan yang bersifat resmi (dinas,formal) maupun yang tidak resmi (informal). Pada masa ini pula ditulis pula hampir semua buku mengenai hubungan antar manusia dalam kegaiatan kerjasama mereka.
4. Masa keempat disebut behavioral period (1959-sekarang). Dalam masa ini para sarjana administrasi mulai mengadakan perhatian serta peningkatan terhadap penyelidikan mengenai tindakan-tindakan dan perilaku orang-orang dalam kehidupan berorganisasi dan dalam bidang pekerjaannyan system maupun pendekatan kontingensi (contingency approach).
Dari uraian diatas kita dapat menarik kesimpulan tentang Administrasi. Adapun pengertian dari Administrasi menurut “Ilmu” adalah suatu ilmu yang mempelajari aktivitas manusia yang bersifat kooperatif dan bagaimana cara-cara merealisasikannya yang terkumpul secaras sistemasi. Sedangkan pengertian Administrasi sebagai “Seni” adalah merupakan proses kegiatan yang perlu dikembangkan secara kontinu, agar administrasi sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan yang benar-benar dapat memberi peranan yang diharapkan.
Adapun pengertian luas dan sempit dari Administrasi adalah :
Administrasi dalam arti sempit, yaitu berasal dari kata “administratie” (bahasa Belanda) yang meliputi kegiatan: catat-mencatat, surat menyurat, pembukuan ringan, ketik-mengetik, agenda, dan sebagainya yang bersifat teknis ketatausahaan.
Administrasi dalam arti luas, yaitu dari kata “administration” (bahasa Inggris). Administrasi merupakan kegiatan dari pada kelompok yang mengadakan kerja sama untuk mencapai tujuan.
Adapun silsilah ilmu administrasi adalah
Ilmu social
ilmu Administrasi
1. Administrasi Negara
a. Administrasi perkantoran
- Kesekretarisan
b. Adminstrasi Pendidikan
2. Administrasi public
a. Adminstrasi niaga
3. administrasi pembangunan





BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat di simpulkan bahwa syarat –syarat ilmu adalah objektif, metodis, sistematis, dan universal. pengkategorian ilmu dapat dibagi antara lain : ilmu alam, ilmu social, ilmu terapan. silsilah dari ilmu administrasi adalah, dari ilmu social melahirkan ilmu adminstrasi, dimana ilmu administrasi terbagi menjadi adminstrasi Negara, administrasi pembangunan, adminstrasi puplic. administrasi Negara didalamnya terdapat adminstrasi perkantoran. sedangkan adminstrsi public melahirkan adminstrasi niaga.
B. SARAN
Diharapkan sumbangsih pemikiran dan kritik yang membangun demi kelengkapan makalah ini, dan semoga makalah ini dapat menjadi rujukan dan refrensi, untuk kepentingan ilmu pengetahuan.







DAFTAR PUSTAKA
http://fauzi.student.fkip.uns.ac.id/2010/07/05/filsafat-administrasi/#more-34 di akses pada senin,3 Oktober 2011
http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu di akses pada senin, 3 Oktober 2011
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/13/hakikat-ilmu/ di akses pada senin, 3 Oktober 2011
http://aseptaziek.blogspot.com/2009/08/sejarah-singkat-pemikiran-ilmu.html , di akses pada senin, 3 Oktober 2011

Senin, 19 Desember 2011

makalah ontologi

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut mebahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles . Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).
Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang:
1. kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
2. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis.Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni realisme, naturalisme, empirisme
Istilah istilah terpenting yang terkait dengan ontologi adalah:
1. yang-ada (being)
2. kenyataan/realitas (reality)
3. eksistensi (existence)
4. esensi (essence)
5. substansi (substance)
6. perubahan (change)
7. tunggal (one)
8. jamak (many)
Ontologi ini pantas dipelajari bagi orang yang ingin memahami secara menyeluruh tentang dunia ini dan berguna bagi studi ilmu-ilmu empiris (misalnya antropologi, sosiologi, ilmu kedokteran, ilmu budaya, fisika, ilmu teknik dan sebagainya).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Pendidikan?
2. Apa yang dimaksud dengan ontologi
3. Apa yang dimaksud dengan ontologi pendidikan?

C. Tujuan
1. Untuk megetahui apa sebenarnya pendidikan itu
2. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan ontologi
3. Untuk mengetahui lebih medetail tegtang ontologi pendidikan.





















BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian pendidikan
Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Wikipedia Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Dari pernyataan diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pengertian Filsafat Pendidikan
• Al-Syaibany (1979: 36)
Filsafat pendidikan yaitu aktifitas pemikiran yang teratur yang filsafat tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan.
• John Dewey
Filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir maupun daya perasaan, menuju kearah tabiat manusia maka filsafat bisa juga diliartikan sebagai teori umum pendidikan.
Filsafat pendidikan memilikki perhatian yang terfokus pada analisa dan penjelasan terhadap problema-problema pendidikan. Hanya saja sebagai satu bentuk dari filsafat umum mengenai kehidupan, maka ia memilikki juga upaya profesi mengejar dalam pengembangan posisi filsafat berhubungan dengan pendidikan dan sekolah. Hampir setiap hari para guru (pengajar) berhadapan dengan persoalan-persoalan filsafat pendidikan, yang kadang kala berhadapan langsung dengan guru dalam proses belajar mengajar dan juga masalah yang sangat pokok yang tidak bersentuhan langsung dengan pendidikan (Ellis, 1986: 111).
Filsafat pendidikan memilikki beberapa sumber yakni:
1. Manusia (People) masyarakat kebanyakan mengalami kesulitan-kesulitan dalam proses pendewasaan atau kematangannya yang mana mempunyai dampak yang signifikan terhadap sesuatu yang akan di yakini, terhadap sesuatu yang terjadi.
2. Sekolah (school) pengalaman-pengalaman seseorang kekuatan-kekuatan, jenis sekolah dan guru-guru didalamnya merupakan-merupakan dari filsafat pendidikan. Sekolah mempengaruhi dan terus akan mempengaruhi filsafat pendidikan seseorang.
3. Seseorang tinggal dan dibesarkan adalah sumber yang lain dari filsafat pendidikan. Jika sesorang dibesarkan pada masyarakat yang menempatkan suatu nilai pendidikan yang tinggi hal ini akan mempengaruhi filsafat pendidikan seseorang.
Menurut sumber-sumber yang disebutkan di muka, merupakan sumber-sumber primer dari filsafat hidup dan filsafat pendidikan seseorang. Sumber-sumber ini dan sumber lainnya akan terus mempunyai dampak karena sesorang tumbuh dan berkembang.
Peranan filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan sesuai dengan peranannya merupakan landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijaksaan dan pelaksanaan pendidikan. Dengan demikian hubungan filsafat dan menjadi sedemikian pentingnya. Karena masalah pendidikan merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan manusia. Dalam konteks ini, filsafat pendidikan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas , yang menyangkut aspek hidup dan kehidupan manusia.
B. Pengertian ontologi
Ontologi sering diidentikkan dengan metafisika yang juga di sebut dengan Proto-filsafia atau filsafat yang pertama, atau filsafat ketuhanan yang bahasanya adalah Hakekat sesuatu, keesaan, persekutuan, sebab dan akibat, realita, prima atau Tuhan dengan segala sifatnya, malaikat, relasi atau segla sesuatu yang ada di bumi dengan tenaga-tenaga yang di langit, wahyu, akhirat, dosa, neraka, pahala dan surga.
Baik filsafat kuno maupun filsafat modern tentang ontologi ini menjadi pembahasan utama di bidang filsafat. Sebagimana ontologi adalah teori dari cabang filsafat yang membahas tentang realitas. Realita ialah mengenai kenyataan, yang selanjutnya menjurus kepada sesuatu kebenaran. Tetapi realitas pada ontologi ini melahirkan pertanyaan-pertanyaan. Apakaah sesungguhnya hakekat realitas yang ada ini? Apakah realitas yanng nampak ini? Sesuatu realita materi saja? Atau adakah sesuatu di balik realita itu? Serta apakah realita ini terdiri dari satu untuk unsur (monisme), kedua unsur (dualisme) atau serba banyak (pluralisme). Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan metafisika atau ontologi. Sesuatu perwujudan menampakkan diri sebagai satu tubuh, satu eksistensi dan mewujudkan keseluruhan suatu sifatnya dan yang utama dari perwujudan itu adalah eksistensinya. Eksistensi suatu realita itu adalah fundamental atau esensial.
Bramel meenjelaskan bahwa interpretasi tentang suatu realita itu dapat bervariasi, misalnya apakah bentuk dari suatu meja, pasti setiap orang berbeda-beda pendapat tentang bentuknya, tetapi jika ditanyakan bahannya pastilah meja itu substansi dengan kualitas materi. Inilah yang ddimaksud dari setiap orang bahwa meja itu suatu realita yang konkrit.
Jadi realitas yang dibahas pada ontologi ini dipergunakan untuk membedakan apa yang hanya nampaknya saja atau nyata, sebagai contoh, sebuah tongkat yang lurus, menurut perasaan kita masih lurus bila diceburkan ke air menurut penglihatan tongkat itu bengkok dan setelah diangkat tongkatnya itu kembali lurus.
Untuk mengetahui realita semesta ini di dalam ruang lingkup ontologi secara jelas, di sini dibedakan antara metafisika dan kosmologi:
1. Ontologi, secara etimologi yang berarti di balik atau di belakang fisika makna yang diselidiki adalah hahehat realita menjangkau sesuatu di balik realita karena metafisika ingin mengerti sedalam-dalamnya.
2. Kosmologi tentang realita. Kosmos yakni tentang keseluruhan sistem semesta raya dan kosmologi terbatas pada realita yang lebih nyata dalam arti alam fisika yang material dalam memperkaya kepribadian manusia di dunia tidaklah di alam raya dan isinya. Dalam arti sebagai pengalaman sehari-hari akan tetapi suatu yang luas, realita visi spiritual yang tetap dinamis.
Dalam kajian ontologi ada beberapa masalah yang perlu dipahami dan dicermati
1. Jumlah dan ragam
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan. Kenyataan itu baik dari pengalaman pribadi maupun dari sejarah pemikiran muncul persoalan tentang kesatuan dan kebanyakan, tentang ketunggalan dan kegandaan, tantang keekaan dan keanekaan, tentang kesamaan dan keberlainan. Persoalan itu merupakan pertanyaan ontologi yang paling fundamental, sebab menentukan sudut pandang pertama mengenai kenyataan seutuhnya, dan menberikan arah utama bagi seluruh ontologi.
2. Pertentangan
Rasanya orang-orang harus memilih salah satu di antara dua kemungkinan tersebut (antara kenyataan yang satu dan yang beragam), jikalau kenyataan itu bersatu, maka kiranya menjadi satu, tunggal, esa dan tidak akan menjadi banyak, ganda dan aneka. Dan demikian pula sebaliknya, jikalau jika kenyataan itu mengandung perbedaan. Atau sekurang-kurangnya salah satu menjadi sifat utama dan karakteristik bagi kenyataan, sedangkan sifat lainnya marupakan kekurangan dan kemerosotan
3. Hampiran
Untuk menolak pemecahan persoalan awal ini, ontologi harus menolak dari kenyataan konkret menurut apa adanya. Tidak akan diusahakan menjawab pertanyaan:”Karena apa ada suatu kenyataan?” keniscayaan mengada atau tidaknya itu mustahil diuraikan secara apriori. Adanya kenyataan diterima saja sebagai fakta, dan ontologi berusaha menetapkan batas-batas struktur-strkturnya.
Analisis mengenai keseluruhan kenyataan tidak akan dimulai dengan berefleksi tentang kesadaran manusia akan pertanyaan mengenai mengada-pada-umumnya (I’etre, Sein, bieng). Andaikata demikian, maka akan bahaya bahwa rumusan pertanyaan pun telah memuat kekurangan. Titik pangkal penelitian ialah kesadaran manusia mengenai dirinya sendiri sebagai data. Disitulah manusia paling dekat dengan kenyataan.
C. Aliran-aliran
Di dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut:
1. Monoisme
Monisme adalah aliran yang memberikan gagasan metafisis bahwa kosmos terbuat dari satu jenis Zat .. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya. Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran:
a. Materialisme
Menurut aliran ini, yang sesungguhnya ada adalah keberadaan yang bersifat material atau bergantung terhadap materi. Menurutnya, zat mati (materi) merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta, aliran ini juga menolak segala sesuatu yang tidak kelihatan. Yang ada hanyalah materi. Sedangkan yang lainnya, yaitu jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri seperti halnya jiwa dan badan (materi). Tanpa jiwa badan dapat hidup, tapi jiwa tanpa bahan tidak akan dapat hidup. Contohnya jantung katak yang dikeluarkan dari tubuhnya masih dapat berdenyut beberapa detik. Sedangkan tidak akan pernah ada katak tanpa badan (materi) . ini..
b. Idealisme
Sebagai lawan materialisme adalah aliran idealisme. Idealisme diambil dari kata "Idea", yaitu sesuatu yang Nadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang.
Aliran ini menjadikan 'AKU' sebagai dasar tindakan yang merupakan subyek yang sekonkret-konkretnya dan dianggap sebagai satu-satunya realitas. 'AKU' berfikir bahwa segala sesuatu sebetulnya tak lain dari pada saya. Saya sadar akan dunia dan orang-orang sekitar saya. Mereka ada di dalam kesadaran saya. Jadi seluruh realita yang nampak ini adalah karena AKU berfikir.
2. Dualisme
Dualisme merupakan aliran filsafat yang mencoba memadukan antara dua faham yang saling bertentangan yaitu materialisme dan idealisme. Dualisme mengatakan bahwa materi dan ruh sama-sama hakikat. Materi muncul bukan karena roh, begitu pula roh tidak muncul karena materi. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama kedua hakikat ini ialah dalam diri manusia. Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. la menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia ruang (kebendaan).
3. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara
Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M). kelahiran New York dan terkenal sebagai seorang psikolog dan filosof Amerika. Dalam bukunya The Meaning of Truth James mengemukakan, tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus, dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena dalam praktiknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tiada kebenaran yang mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran, yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman yang khusus, yang setiap kali dapat diubah oleh pengalaman berikutnya. Kenyataan terdiri dari banyak kawasan yang berdiri sendiri. Dunia bukanlah suatu universum, melainkan suatu multi-versum. Dunia adalah suatu. yang terdiri dari banyak hal yang beraneka ragam atau pluralis.
4. Nihilisme
Nihilisme berasal dari Bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif. Istilah nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fathers and Childern yang ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia.
Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (483-360 SM) yang memberikan tiga proposisi tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatu pun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada. Bukankah Zeno juga pernah sampai pada kesimpulan bahwa hasil pemikiran itu selalu tiba pada paradoks. Kita harus menyatakan bahwa realitas itu tunggal dan banyak, terbatas dan tak terbatas, dicipta dan tak dicipta. Karma kontradiksi tidak dapat diterima, maka pemikiran lebih baik tidak menyatakan apa-apa tentang realitas. Kedua, bila sesuatu itu ada, isi tidak dapat diketahui. Ini disebabkan oleh penginderaan itu tidak dapat dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi. Akal juga tidak mampu meyakinkan kita tentang bahan alam semesta ini karma kita telah dikungkung oleh dilema subjektif. Kita berpikir sesuai dengan kemauan, ide kita, yang kita terapkan pada fenomena. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, isi tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
5. Agnostisisme
Agnosticisme adalah aliran yang mengatakan bahwa manusia tidak mungkin mengetahui hakikat sesuatu di balik kenyataan ini. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata Agnosticisme sendiri berasal dari bahasa Grik Agnostos yang berarti unknown. A artinya not, Gno artinya know. Manusia dengan semua keterbatasannya tidak mungkin tahu apa hakikat sesuatu yang ada, baik oleh inderanya maupun oleh pikirannya.
Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat trancendent

C. Ontologi pendidikan
1. Perspektif Ontologi Penyelenggaraan Pendidikan
Masalah-masalah pendidikan yang menjadi perhatian ontologi adalah bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan diperlukan pendirian mengenai pandangan manusia, masyarakat dan dunia. Pertanyaan-pertanyaan ontologis ini berkisar pada, apa saja potensi yang dimiliki manusia?
Menurut Maulana (2008), berbicara tentang hakikat manusia, ada dua konsep dalam filsafat, filsafat barat dan Islam. Dalam filsafat barat, konsep manusia itu ada dua yaitu hayawan (Jasmani) dan natiq (rohani). Aristoteles mendefinisikan manusia itu sebagai Human Rationale artinya manusia yang punya pikir, Socrates mendefinisikan manusia itu sebagai Animal Rationale yakni manusia yang punya akal untuk berpikir. Sedangkan Rene Descartes mengemukakan bahwa adanya manusia sebagai entitas yang berpikir merupakan sebuah kebenaran yang pasti dan tak terbantahkan yang menjadi landasan pemikiran dan pengetahuan manusia (Deraf & Dua, 2001).
Dalam konsep Islam, manusia terdiri atas tiga unsur yaitu hayawan (jasmani), natiq (rohani) dan akal, di mana ketiga unsur tersebut dapat diibaratkan segitiga sama kaki. Dalam hal ini, ada tiga komponen dalam diri manusia yang harus dikembangkan secara proporsional sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan dari diri manusia itu sendiri. Pertanyaan yang muncul kemudian, apa yang harus lebih dulu di isi atau dididik, jasmani, rohani, ataukah akal. Sesuatu yang pasti bahwa inti harus diisi sesuai dengan kebutuhannya, dan pengisian ketiga inti secara bersamaan tidak sesuai dengan fitrah manusia (Maulana, 2008).
Belajar tentang manusia dalam dunia pendidikan sama halnya dengan belajar tentang hakikat manusia itu sendiri. Konsep Islam lebih tepat dan sesuai dengan filsafat manusia itu sendiri, karena ada tiga hal yang sangat esensial dalam konsep ini: Rohani adalah sesuatu yang akan kembali ke Tuhan dan akan diminta pertanggungjawabannya kelak nanti di akhirat. Sementara Jasmani sesuatu yang berwujud fisik, itu berada dalam tanah. Sedangkan Akal ada di kepala sebagai suatu kelebihan manusia dari makhluk lain sebagai ciptaan Tuhan.
Dalam filsafat barat, hanya ada dua hal yang esensial pada manusia yaitu jasmani dan rohani. Namun rohani dalam filsafat barat tidak dipelajari karena sulit dipahami. Rohani hanya bisa dipelajari dalam agama, dan akal yang hebat mengakui adanya rohani. Bahkan, Immanuel Kant sebagai salah seorang filosof besar dari barat pun meyakini keberadaan Tuhan dan Akal .
Menurut Maulana (2008), dalam filsafat logika merupakan senjata untuk berargumen, sehingga filsafat bisa diterima banyak orang. Dengan logika, filosof bisa berkomunikasi tanpa data, tetapi tetap punya ukuran atau acuan. Berpikir merupakan kunci berlogika, sedangkan akal merupakan alat untuk berpikir secara logis atau berpikir yang masuk akal. Begitu pula berpikir tentang hakikat manusia, di mana manusia adalah makhluk yang ada jasmani, rohani dan akal, yaitu makhluk yang punya pemikiran yang masuk akal. Jika manusia itu jasmani, rohani dan akal, maka inti dari diri manusia itu apa? Jika ketiga komponen itu inti, membuktikan bahwa manusia itu sudah dididik. Jika intinya satu maka manusia akan mudah dididik.
Manusia sebagai wujud dari komponen Jasmani, Rohani, dan Akal merupakan makhluk yang memiliki pemikiran yang masuk akal. Oleh karena itu, manusia memiliki tiga inti yang harus dipersiapkan untuk dididik. Dalam Islam tiga hal yang esensial merupakan modal utama dalam mempersiapkan manusia yang sempurna dunia akhirat. Hal yang sangat mendasar dalam mempersiapkan manusia yang sempurna menurut konsep islam adalah “Pendidikan”. Dengan pendidikan, manusia menjadi sadar akan fungsi dan tugas dirinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan, sehingga faham tentang hakikat hidup.
Adanya pendidikan, mendorong manusia untuk menggunakan akal, berpikir secara logis, meyakini segala sesuatu yang berasal dari Tuhan. Dengan rohani manusia memiliki rasa peka, empati dan yakin terhadap kebenaran. Sehingga inti yang paling hakiki dari manusia sesungguhnya adalah rohani. Oleh karena itu, rohani merupakan inti yang paling tepat untuk didahulukan dalam mendapatkan pendidikan. Ketika rohani mendapatkan porsi pendidikan yang baik dan lebih dahulu maka jasmani dan akal dapat mengikuti sesuai dengan porsinya. Kinerja rohani dalam tubuh sangat vital, segala ide dan perbuatan tergantung kepada kinerja rohani.
Namun demikian, apa hakekat budaya yang perlu diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya? Ataukah hanya ajaran dan nilai sebagaimana terwujud dalam realitas sejarah umat manusia yang perlu diwariskan kepada generasi berikutnya? Inilah aspek ontologis yang perlu mendapat penegasan dalam penyelenggaraan pendidikan.


2. Pendidikan Dalam Pandangan Ontologi
Ontologis; cabang ini menguak tentang objek apa yang di telaah ilmu? Bagaimana ujud yang hakiki dari objek tersebut ? bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (sepert berpikir, merasa dan mengindera) yang membuakan pengetahuan?. Objek telaah ontologi adalah yang ada. Studi tentang yang ada, pada dataran studi filsafat pada umumnya di lakukan oleh filsafat metaphisika. Istilah ontologi banyak di gunakan ketika kita membahas yang ada dlaam konteks filsafat ilmu. Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam rumusan Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.
1. Objek Formal
Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, tealaahnya akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme, idealisme, naturalisme, atau hylomorphisme. Referensi tentang kesemuanya itu penulis kira cukup banyak. Hanya dua yang terakhir perlu kiranya penulis lebih jelaskan. Yang natural ontologik akan diuraikan di belakang hylomorphisme di ketengahkan pertama oleh aristoteles dalam bukunya De Anima. Dalam tafsiran-tafsiran para ahli selanjutnya di fahami sebagai upaya mencari alternatif bukan dualisme, tetapi menampilkan aspek materialisme dari mental.
2. Metode dalam Ontologi
Lorens Bagus memperkenalkan tiga tingkatan abstraksi dalam ontologi, yaitu : abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metaphisik. Abstraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu objek; sedangkan abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi cirri semua sesuatu yang sejenis. Abstraksi metaphisik mengetangahkan prinsip umum yang menjadi dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi adalah abstraksi metaphisik. Sedangkan metode pembuktian dalam ontologi oleh Laurens Bagus di bedakan menjadi dua, yaitu : pembuktian a priori dan pembuktian a posteriori. Pembuktian a priori disusun dengan meletakkan term tengah berada lebih dahulu dari predikat; dan pada kesimpulan term tengah menjadi sebab dari kebenaran kesimpulan.
Contoh : Sesuatu yang bersifat lahirah itu fana (Tt-P)
Badan itu sesuatu yang lahiri (S-Tt)
Jadi, badan itu fana’ (S-P)
Sedangkan pembuktian a posteriori secara ontologi, term tengah ada sesudah realitas kesimpulan; dan term tengah menunjukkan akibat realitas yang dinyatakan dalam kesimpulan hanya saja cara pembuktian a posterioris disusun dengan tata silogistik sebagai berikut:
Contoh : Gigi geligi itu gigi geligi rahang dinasaurus (Tt-S)
Gigi geligi itu gigi geligi pemakan tumbuhan (Tt-P)
Jadi, Dinausaurus itu pemakan tumbuhan (S-P)
Bandingkan tata silogistik pembuktian a priori dengan a posteriori. Yang apriori di berangkatkan dari term tengah di hubungkan dengan predikat dan term tengahj menjadi sebab dari kebenaran kesimpulan; sedangkan yang a posteriori di berangkatkan dari term tengah di hubungkan dengan subjek, term tengah menjadi akibat dari realitas dalam kesimpulan.[2]
Tiap sudut pandang dalam perspektif yang berbeda maka menghasilkan pengetahuan yang berbeda pula. Demikian pula dengan pendidikan. Dalam pandangan ontologi pendidikan adalah suatu bentuk lembaga yang menyelenggarakan atau menjadi tempat/wadah terjadinya proses pendidikan. Sudut pandangnya terfokus pada eksistensi lembaga itu sendiri bukan proses yang terjadi didalamnya.
Menurut pandangan ontologi, apapun namanya entah tumbuhan, hewan atau manusia selama ia melakukan atau mengalami perubahan dari satu kondisi (umumnya dianggap tidak atau kurang baik) menuju ke kondisi lain (dianggap/dipandang lebih baik) maka ia bisa disebut sebagai pendidikan. Sifat konsep yang dikandung lebih meluas. Akibatnya, dalam pandangan ontologi konsep pendidikan menjadi tak terbatas. Semua benda atau konsep itu sendiri bisa disebut pendidikan.
Dari sudut pandang ontologi lahir konsep-konsep seperti : pendidikan di dalam diri manusia, alam semesta yang mengalami pendidikan, pendidikan di dalam masyarakat, politik pendidikan, pendidikan politik, pendidikan trans-dimensi realitas, dan seterusnya. Sudut pandangnya hampir selalu sama menfokuskan pada aspek benda yang mengalami perubahan. Terkait unsur tujuan, nilai fungsi, atau arah (aksiologi) dari pendidikan itu sendiri tidak berguna dan tidak diperhatikan sebagai unsur penentu untuk dapat disebut pendidikan. Contohnya muncul istilah pendidikan kejahatan. Dalam pandangan aksiologi tidak ada dan tidak dikenal istilah mendidik untuk berbuat jahat. Yang disebut mendidik itu selalu baik dan tidak mungkin buruk apalagi jahat.
Bagi ontologi beda. Karena Ontologi merupakan ilmu yang mempelajari yang ada (tapi kadang tidak diikuti dengan yang umum), maka konsep pendidikan dipandang menurut keberadaannya sebagai suatu kenyataan atau pemikiran yang muncul atau nampak. Konsepnya menjadi lebih sederhana namun meluas. Terbebas dari nilai-nilai subjektif. Sebab ini pula yang menempatkan ontologi sebagai filsafat ‘pertama’. Pandangan paling dasar ontologi terhadap pendidikan adalah wujud “Lembaga”, karena wujud yang ‘ada dan nyata’ dari pendidikan adalah lembaga.
3. Pandangan Ontologi Menurut Beberapa Aliran Dan Penerapanya Dalam Pendidikan
1. Pandangan Ontologi Progressivisme
Asal hereby atau asal keduniawian, adanya kehidupan realita yang amat luas tidak terbatas, sebab kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia. Pengalaman adalah kunci pengertian manusia atau segala sesuatu,pengalaman manusia tentang penderitaan, kesedihan, kegembiraan, keindahan dan lain-lain adalah realita manusia hidup sampai mati. Pengalaman adalah suatu sumber evolusi maju setapak demi setapak mulai dari yang mudah-mudah menerobos kepada yang sulit-sulit (Proses perkembangan yang lama).
Pengalaman adalah perjuangan sebab hidup adalah tindakan dan perubahan – perubahan. Manusia akan tetap hidup berkembang jika ia mampu mengatasi perjuangan , perubahan dan berani bertindak.
Aplikasi pandangan ini terhadap pendidikan adalah pada saat proses pembelajaran agar anak dapat memahami apa yang dipelajari, mereka harus mengalami secara langsung. Untuk mendapatkan pengalaman secara langsung anak dapat diajak untuk melakukan berbagai kegiatan misalnya, eksperimen, pengamatan, diskusi kelompok, observasi, wawancara, bermain peran dan lain-lain.
2. Pandangan Ontologi Essensialisme
Essensialisme adalah pendiddikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban manusia. Essensialisme memandang bahwa pendidikan berpijak pada nilai-nilai yang memilikki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kesetabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas. (Zuhairini, 1991: 21).
Sifat yang menonjol dari ontologi esensialisme adalah suatu konsep bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur isinya dengan tiada ada pula. Pendapat ini berarti bahwa bagaimana bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan dengan tata alam yang ada.
Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esenisalisme semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan keagungan. Maka dalam sejarah perkembangannya, kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola idealisme, realisme dan sebagainya.
Adapun uraian mengenai realisme dan idealisme ialah:
1. Realisme yang mendukung esensialisme yang disebut realisme obyektif karena mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam serta tcmpat manusia di dalamnya. Ilmu pengetahuan yang mempengaruhi aliran realisme dapat dilihat dari fisika dan ilmu-ilmu lain yang sejenis dapat dipelajari bahwa tiap aspek dari alam fisika dapat dipahami berdasarkan adanya tata yang jalan khusus. Dengan demikian berarti bahwa suatu kejadian yang paling sederhana pun dapat ditafsirkan menurut hukum alam di antaranya daya tarik bumi. Sedangkan oleh ilmu-ilmu lain dikembangkanlah teori mekanisme, dan dunia itu ada dan terbangun atas dasar sebab akibat, tarikan dan tekanan mesin yang sangat besar.
2. ldealisme obyektif mempunyai pandangan kosmis yang lebih optimis dibandingkan dengan realisme obyektif. Maksudnya adalah bahwa pandangan-pandangannya bersifat menyeluruh yang boleh dikatakan meliputi segala sesuatu. Dengan landasan pikiran bahwa totalitas dalam alam semesta ini pada hakikatnya adalah jiwa atau spirit, idealisme menetapkan suatu pendirian bahwa segala sesuatu yang ada ini adalah nyata.
Hegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai sintesa ini adalah pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa tiap tingkat kelanjutan, yang dikuasai oleh hukum-hukum yang sejenis. Hegel mengemukakan pula bahwa sejarah adalah manifestasi dari berpikirnya Tuhan. Tuhan berpikir dan mengadakan ekspresi mengenai pengaturan yang dinamis mengenai dunia dan semuanya nyata dalam arti spiritual. Oleh karena Tuhan adalah sumber dari gerak, maka ekspresi berpikir juga merupakan gerak.
Aplikasinya dalam setiap kegiatan belajar mengajar guru diselipkan Nilai-nilai keagamaan antara lain saat sebelum dan sesudah pelajaran berlangsung dilakukan berdo’a bersama menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Contoh lainnya adalah pada pelajaran PKn pada bahasan saling menghormati diberikan juga pengetahuan untuk menghormati keberadaan pemeluk agama lain.
3. Pandangan Ontologi Perennialisme
Perennialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang. Perennialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktek bagi kebudayaan dan pendidikan jaman sekarang. (Noor syam, 1986: 296).
Di zaman kehidupan modern ini banyak menimbulkan krisis diberbagai bidang kehidupan manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Untuk mengembalikan keadaan krisis ini, maka perenialisme memberikan jalan keluar yaitu berupa kembali kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya. Untuk itulah pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh.
Jelaslah bila dikatakan bahwa pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kepada masa lampau, karena dengan mengembalikan keadaan masa lampau ini, kebudayaan yang dianggap krisis ini dapat teratasi melalui perenialisme karena ia dapat mengarahkan pusat perhatiannya pada pendidikan zaman dahulu dengan sekarang.
Dari pendapat ini sangatlah tepat jika dikatakan bahwa perenialisme memandang pendidikan itu sebagai jalan kembali yaitu sebagai suatu proses mengembalikan kebudayaan sekarang (zaman modern) ini terutama pendidikan zaman sekarang ini perlu dikembalikan kemasa lampau.
Ontologi perennialisme terdiri dari pengertian-pengertian seperti benda individual, esensi, aksiden dan substansi . perennialisme membedakan suatu realita dalam aspek-aspek perwujudan menurut istilah ini.
Segala yang ada di alam ini terdiri dari materi dan bentuk atau badan dan jiwa yang disebut dengan substansi, bila dihubungkan dengan manusia maka manusia itu adalah potensialitas yang didalam hidupnya tidak jarang dikuasai oleh sifat eksistensi keduniaan tidak jarang pula dimilikkinya akal, perasaan dan kemauannya semua ini dapat diatasi. Maka dengan suasana ini manusia dapat bergerak menuju tujuan (teologis) dalam hal ini untuk mendekatkan diri pada supernatural (tuhan) yang merupakan pencipta manusia itu sendiri dan merupakan tujuan akhir.
4. Pandangaan Ontologi Rekonstruksionisme
Dengan ontologi, dapat diterangkan bagaimana hakikat dari segala sesuatu. Aliran rekonstruksionalisme memandang bahwa realita itu bersifat universal, yang mana realita itu ada dimana dan sama di setiap tempat (Noor Syam, 1983: 306).
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.
Tiap realita sebagai substansi selalu cenderung bergerak dan berkembang dari potensialitas menuju aktualitas (teknologi). Dengan demikian gerakan tersebut mencakup tujuan dan terarah guna mencapai tujuan masing-masing dengan caranya sendiri dan diakui bahwa tiap realita memiliki perspektif tersendiri.
Kaitan aliran ini dengan pendidikan adalah pendidikan itu tidak diselenggrakan secara terpusat melainkan secara universal. Mengingat situasi dan kondisi disetiap tempat berbeda-beda. Diberlakukannya KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) juga merupakan pelaksanaan dari pandangan ontology menurut rekronstruksionisme. Di sini setiap sekolah berhak menentukan indicator sesuai dengan situasi, lingkungan, serta kebutuhan peserta didik.
Di dalam Pendidikan, pandangan ontologi secara praktis akan menjadi masalah yang utama. Sebab anak bergaul dengan lingkungannya dan mempunyai dorongan yang kuat untuk mengerti sesuatu. Anak-anak, baik di masyarakat maupun di sekolah selalu dihadapi realita, objek pengalaman, benda mati, benda hidup dan sebagainya. Membimbing anak pada pengertian untuk memahami realita dunia yang nyata ini dan membina kesadaran tentang kebenaran yang berpangkal atas realita itu, adalah tahap pertama, sebagai stimulus untuk menyelami kebenaran itu. Secara sistematis anak-anak telah dibina potensi berpikir kritis untuk mengerti kebenaran itu. Kewajiban pendidik melalui latar belakang ontologis ialah membina daya pikir yang tinggi dan kritis. Implikasi pandangn ontologi di dalam pendiddikan ialah bahwa pengalaman manusia yang harus memperkaya kepribadian bukanlah hanya alam raya dan isinya dalam arti sebagai pengalaman sehari-hari, melainkan sesuatu yang tak terbatas.











BAB III
KESIMPULAN

Kata ontologi, barasal dari dua kata dasar yaitu Ontos dan Logos. Ontos yang berarti Ada dan Logos yang berarti Ilmu. Sehingga secara global istilah onntologi bisa diartikan sebagai suatu ilmu yang mengkaji tentang hakiat dari segala sesuatu Yang-Ada. Hakikat dalam kajian ontologi adalah keadaan sebenarnya dari sesuatu, bukan keadaan sementara yang selalu berubah-ubah.
Dalam kajian ontologi ada beberapa masalah yang perlu dipahami dan dicermati yaitu jumlah dan ragam, pertentangan dan hampuran. Dalam tataran ontologi ini ada beberapa aliran filsafat yang mencoba menilai tentang makna yang-ada, di antaranya :
1. Aliran Monisme yang berpendapat bahwa Monisme bahwa kosmos terbuat dari satu jenis Zat.
2. Aliran Dualime yang beranggapan bah segala sesuatu berasal dari materi dan pikiran yang kedua-duanya sama-sama hakiki
3. Pluralisme yang berasumsi bahwa hakikat dari segala sesuatu adalah berasal dari keberagaman dan tidak bersifat tunggal
4. Nihilisme yang memberikan tanggapannya bahwa sebenarnya tidak ada istilah kebenaran hakiki tentanf segala sesuatu
5. Agnosticisme yang mangatakan bahwa manusia dengan segala kekuranggannya tidak akan bisa menemukan makna hakiki dari segala sesuatu baik yang diperoleh dari inderanya maupun pikiranya.
Dalam kajian ontologi memang banyak terjadi perbedaan pendapat, hal ini disebabkan keberbedaan sistematika berfikir oleh para pendiri aliran-alirann tersebut. Tapi yang pasti, pendapat dari aliran-aliran itu bersifat spekulatif, sehingga tidak menutup memungkinan terjadi kekeliruan.








DAFTAR PUSTAKA

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2124658-dimensi-aksiologi-dalam-filsafat-pendidikan/#ixzz1kGOrzZbx
http://lelyedna020.wordpress.com/2009/12/19/filsafat-pendidikan-ditinjau-dari-ontologi-2/
ttp://van88.wordpress.com/filsafat-dan-tujuan-pendidikan/

Selasa, 29 Maret 2011

makalah sosiologi

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Suatu sistem sosial yang selalu kita temui dalam ruang lingkup hidup bermasyarakat adalah rumah tangga. Banyak hal yang tidak diketahui dari sistem sosial ini, yang pada dasarnya selalu bersinggungan dengan kehidupan sehari-hari. Beberapa fakta yang membuktikan bahwa masih banyak diantara kita yang belum tahu masalah bagaimana hakikat hidup berumah tangga.dapat dilihat dari banyaknya kasus-kasus yang terjadi di masyarakat. Seperti perceraian, perpisahan, perselingkuhan, Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),dll.

Dengan melihat realita yang terjadi sekarang ini kita harus sadar bahwa Betapa pentingnya mengetahui tentang rumah tangga walaupun hanya sekedar kulit luarnya saja. Memang benar, saat ini kita masih berstatus mahasiswa lajang yang belum terikat dalam hubungan pernikahan. Namun , tidak dapat dielakkan akan tiba saatnya kelak kita berumah tangga, kita akan mengurus keluarga kecil kita, dan akan menjadi orang tua dari anak-anak kita kelak, serta akan terlepas dari orang tua yang selama ini menjadi penuntun kita.




Dengan melihat uraian diatas Maka ada baiknya kita kaji sedikit pernak-pernik rumah tangga agar bisa dijadikan sebagai bahan pedoman dalam membangun rumah tangga, sehingga suatu saat kita dapat mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas maka, penulis menarik beberapa rumusan masalah yaitu:

Bagaimana hakikat sebuah rumah tangga dalam beberapa sudut pandang?
Mengapa KDRT dapat terjadi?
Bagaimana KDRT dalam kajian perspektif gender?













BAB II
PEMBAHASAN

A. HAKIKAT RUMAH TANGGA
Sebelum membahas lebih jauh tentang hakikat rumah tangga yang sebenarnya, sebaiknya kita perlu mengetahui sedikit sejarah rumah tangga di beberapa zaman dan negara.

a. Sejarah Rumah Tangga
1. Zaman Fir'aun.
Wanita di zaman Fir'aun berbeda masalahnya dengan wanita di zaman kuno yang lain. Di zaman ini mereka mendapat hak yang sama dengan kaum lelaki bahkan kadang kala mereka terima melebihi lelaki. Ini terjadi karena bangsa Mesir kuno menganggap kaum wanita lebih sempurna dari kaum lelaki. Contohnya Ratu Hatsyebsut - memerintah Mesir selama 22 tahun. Di kalangan raja dan pembesar pula, mereka menerapkan poligami tetapi tidak mengamalkan pemberian hak yang sama pada istri-istri. Ini merusakkan hubungan antara lelaki dan wanita.
2. Zaman Yunani.
Bangsa Athena Kuno sangat memandang rendah pada wanita. Wanita separti barang perhiasan yang boleh dijualbeli di pasar. Pada zaman mereka, kaum wanita adalah jelmaan syaitan yang jahat dan kotor. Kaum suami mempunyai hak sepenuhnya keatas isteri.
3. Zaman Romawi.
Zaman ini lebih rusak dari zaman Yunani di mana kaum lelaki menyusun suatu undang-undang mengatakan kaum wanita tidak memiliki jiwa kemanusiaan, oleh karena itu wanita tidak dibangkitkan di hari akhirat. Selain dari itu, kaum wanita dilarang makan daging, ketawa malah kadangkala dilarang berbicara. Pada mulut wanita dipasang kunci "muzelir" agar tidak berbicara. Kekejaman mereka melebihi batas sehingga ada tradisi yang memberi hak kepada suami untuk membunuh isteri. Undang-undang ini diberi nama "Noema" di mana suami boleh membunuh isteri dan menyerahkan isteri kepada orang lain.
4. Negeri China.
Pada zaman dahulu hingga abad ke 15, isteri para kaisar akan turut dikuburkan bersama suami yang mati, malah ramai wanita dipaksa membunuh diri. Tradisi ini juga dipakai oleh bangsa Skandinavia pada abad-abad pertengahan.
5. Negeri India.
Pada pertengahan abad ke 20, janda dilarang menikah. Dalam adat suku kaum Tuda, pengantin perempuan mesti merangkak sampai ke tempat suaminya. Upacara ini berakhir setelah suami meletakkan kakinya di atas kepala mempelai wanita.
6.Farsi.
Menurut agama Majusi, kedudukan wanita sangat hina. Wanita dianggap sebagai pangkal kejahatan dan kemurkaan dewa. Sebelum kedatangan Rasulullah SAW, wanita tiada nilai sama sekali. Pada masa dua abad sebelum Islam, di Perancis, sebahagian masyarakat mempersoalkan, apakah wanita itu hewan atau syaitan? Namun dengan kedatangan Rasulullah SAW, Islam telah Berjaya menyelamatkan kaum wanita dari kezaliman.

b. Hakikat Rumah Tangga
Tempat sosialisasi paling awal bagi individu adalah keluarga. Jadi dapat dikatakan keluarga sebagai sebuah mekanisme sosial agar seseorang individu dapat mengetahui posisi dan kedudukannya sehingga ia akan mendapatkan tempat dalam masyarakat kelak setelah dewasa.

 Aspek Agama : Rumah tangga adalah sebuah susunan atau jaringan yang hidup. Yang merupakan pusat dari denyut-denyut pergaulan hidup yang menggetar. Dia adalah alam pergaulan manusia yang sudah diperkecil yang ditunjukkan untuk mengekalkan keturunan. Kemudian daripadanya nanti akan terbentuklah sebuah keluarga, yaitu suatu jama’ah yang bulat, teratur, dan sempurna. Dia bukan sekedar tempat tinggal belaka. Tetapi, rumah tangga sebagai lambang tempat yang aman, yang dapat menentramkan jiwa, sebagai tempat latihan yang cocok untuk menyesuaikan diri, sebagai benteng yang kuat dalam membina keluarga dan merupakan arena yang nyaman bagi orang yang menginginkan hidup bahagia, tentram dan sejahtera.

 Aspek Hukum : Keluarga inti ( nuclear family ) yang anggotanya hanya terdiri atas suami, istri, dan anaknya.

 Aspek Sosiologi : Keluarga merupakan orang-orang yang dipersatukan oleh ikatan-ikatan perkawinan, darah, atau adopsi, yang membentuk satu rumah tangga, yang berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dengan dan melalui peran-perannya sendiri sebagai anggota keluarga dan yang mempertahankan kebudayaan masyarakat yang berlaku umum, atau menciptakan kebudayaannya sendiri. Ada pengertian lain, rumah tangga adalah jika pasangan baru membentuk rumah tangga baru yang sama sekali terlepas dari rumah tangga kelurga apapun lainnya.
Pengertian keluarga adalah adanya hubungan darah antara orang-orang dalam dalam rumah tangga sedangkan dalam pengertian rumah tangga adalah di dalam rumah tangga yang bersangkutan di samping antara anggota rumah tangga adanya hubungan darah ada juga orang lain di rumah tangga itu karena hubungan ekonomi. Oleh karena demikian rumah tangga mengandung lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan lingkup keluarga.






B. SEULAS TENTANG KDRT

"Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka". (As-Syura :
38).
Ketika kepada anggota keluarga diberi waktu dan kesempatan untuk sama-sama duduk mendiskusikan persoalan intern dan ekstern keluarga, maka itulah pertanda bahwa keluarga tersebut memperhatikan keutuhan keluarga, peran dan saling kerjasamanya.

Bahkan cinta kasih dan sikap kebersamaan itulah yang merupakan landasan kehidupan masyarakat manusia. Hal ini berarti aspek eksistentensial mengatasi aspek fisik. Rasa cinta kasih dan sikap kebersamaan yang ada di dalam diri setiap manusia inilah yang menciptakan pranata-pranata dalam kehidupan bermasyarakat.

Rasa cinta kasih dan sikap kebersamaan ini harus di balut dengan komitmen agar fondasi rumah tangga kokoh dan kuat. Komitmen adalah sumber kekuatan bukan sesuatu yang justru membuat orang takut untuk menghadapinya. Komitmen adalah sumber kekuatan bagi seorang istri untuk pergi jauh melihat baik dan buruknya suami. Komitmen adalah sumber kekuatan bagi seorang suami ketika mengetahui seorang wanita lain mengajaknya berselingkuh dan ia memilih pulang ke rumah untuk makan malam dengan istri berbagi kisah sambil tertawa.

Definisi KDRT dalam bingkai jender sebagai ”kekerasan yang dilakukan di dalam lingkup rumah tangga dengan target utama terhadap perempuan dikarenakan peranannya dalam lingkup tersebut; atau kekerasan yang dimaksudkan untuk memberikan akibat langsung dan negatif pada perempuan dalam lingkup rumah tangga.”





C. Kekerasan Terhadap Perempuan Dari Perspektif Gender.
Dalam bahasa Inggris, kata “gender” yaitu pengelompokkan kata benda atau kata ganti yang menyatakan sifat laki-laki dan perempuan. Kata “gender” diartikan kelompok laki-laki, perempuan atau perbedaan jenis kelamin. Namun, di Indonesia kata “gender” termasuk kosa kata dibidang ilmu sosial, maka gender merupakan istilah.
Gender (genus) adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki atau perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun kebudayaan, tergantung pada waktu (tren) dan tempatnya. Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita mendefinisikan gender sebagai konsep hubungan sosial yang membedakan arti pada kepentingan dan pemusatan fungsi-fungsi dan peran antara pria dan wanita.
Gender menurut Baron&Byrne, adalah segala sesuatu yang diasosiasikan dengan jenis kelamin seseorang, termasuk juga peran, tingkah laku, preferensi, dan atribut lainnya yang menerangkan kelaki-lakian atau kewanitaan di budaya tertentu.
Peran gender menurut Myers (1996) merupakan suatu set perilaku perilaku yang diharapkan (norma-norma) untuk laki-laki dan perempuan. Bervariasinya peran gender di antara berbagai budaya serta jangka waktu menunjukkan bahwa budaya memang membentuk peran gender kita. Sedangkan yang dimaksud dengan Maskulin adalah sifat-sifat yang dipercaya dan dibentuk oleh budaya sebagai ciri-ciri yang ideal bagi pria. Sedangkan Feminin nerupakan ciri-ciri atau sifat-sifat yang dipercaya dan dibentuk oleh budaya sebagai ideal bagi wanita. Femininitas dan Maskulinitas ini berkaitan dengan stereotip peran gender. Stereotip peran gender ini dihasilkan dari pengkategorisasian antara perempuan dan laki-laki, yang merupakan suatu representasi sosial yang ada dalam struktur kognisi kita.




Teori Gender Expectations
Gender expectations atau pengharapan akan jender membawa kita untuk lebih memilih laki-laki untuk posisi otoritas dan meletakkan wanita pada peran sub-ordinat atau hanya sebagai pelengkap. Di dalam keluarga, kelompok dan organisasi sosial, pria mempunyai status yang lebih tinggi daripada wanita (Betz & Fitzgerald, 1987; England, 1979; Kanter, 1977; Lovdal, 1989; Needleman & Nelson, 1988; Scanzoni, 1982 dalam Beal & Sternberg, 1999).
Faham gender memunculkan perbedaan laki-laki dan perempuan, yangsementara diyakini sebagai kodrat Tuhan. Sebagai kodrat Tuhan akibatnya tidak dapat dirubah. Oleh karena gender bagaimana seharusnya perempuan dan laki-laki berfikir dan berperilaku dalam masyarakat. Perbedaan perempuan dan laki-laki akibat gender ternyata melahirkan ketidak adilan dalam bentuk sub-ordinasi, dominasi, diskriminasi, marginalisasi, stereotype.
Bentuk ketidak adilan tersebutmerupakan sumber utama terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Hal tersebut di atas terjadi karena adanya keyakinan bahwa kodrat perempuan itu halus dan posisinya di bawah laki-laki, bersifat melayani dan tidak sebagai kepala rumah tangga. Dengan demikian maka perempuan disamakan dengan barang (properti) milik laki-laki sehingga dapat diperlakukan sewenangwenang. Pola hubungan demikian membentuk sistem patriarki. Sistem ini hidup mulai dari tingkat kehidupan masyarakat kelas bawah, kelas menengah dan bahkan sampai pada tingkat kelas tinggi. Kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga dapat juga dikaji berdasarkan Teori Class dari Marx. Marx mengatakan bahwa ada dua kelompok yang berada pada posisi yang berbeda yaitu kelompok kapitalis di satu sisi dan kaum buruh di sisi lainnya. Kaum kapitalis adalah kaum yang menekan kaum buruh, kaum buruh berada pada posisi sub-ordinat dan tidak diuntungkan (Marx, 1987: 90).

Berdasarkan Teori Marx tersebut dapat diasumsikan bahwa kaum laki-laki itu adalah kaum kapitalis yang berada pada posisi lebih tinggi, menentukan dan diuntungkan sedangkan kaum perempuan adalah kaum buruh yang berada pada posisi lebih rendah dan tidak diuntungkan.
Kunci utama untuk memahami KDRT dari perspektif jender adalah untuk memberikan apresiasi bahwa akar masalah dari kekerasan tersebut terletak pada kekuasaan hubungan yang tidak seimbang antara pria dan perempuan yang terjadi pada masyarakat yang didominasi oleh pria. Sebagaimana disampaikan oleh Sally E. Merry, “Kekerasan adalah… suatu tanda dari perjuangan untuk memelihara beberapa fantasi dari identitas dan kekuasaan. Kekerasan muncul, dalam analisa tersebut, sebagai sensitifitas jender dan jenis kelamin”.
Pemahaman dasar terhadap KDRT sebagai isu pribadi telah membatasi luasnya solusi hukum untuk secara aktif mengatasi masalah tersebut. KDRT seakan-akan menunjukkan bahwa perempuan lebih baik hidup di bawah belas kasih pria. Hal ini juga membuat pria, dengan harga diri yang rendah, menghancurkan perasaan perempuan dan martabatnya karena mereka merasa tidak mampu untuk mengatasi seorang perempuan yang dapat berpikir dan bertindak sebagai manusia yang bebas dengan pemikiran dirinya sendiri.

Pada tingkat internasional, kekerasan terhadap perempuan telah dilihat sebagai suatu bingkai kejahatan terhadap hak dan kebebasan dasar perempuan serta perusakan dan pencabutan kebebasan mereka terhadap hak-hak yang melekat pada dirinya.Tindakan untuk memukul perempuan, misalnya, telah dimasukan di dalam konvensi HAM internasional maupun regional yang mempunyai sifat hukum mengikat terhadap negara yang telah meratifikasinya. Pengaruh negatif dari KDRT pun beraneka ragam dan bukan hanya bersifat hubungan keluarga, tetapi juga terhadap anggota dalam keluarga yang ada di dalamnya.
Pengertian kekerasan terhadap perempuan di samping seperti telah dikemukakan di atas, juga diatur dalam peraturan perundang-undangan seperti dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan, Undang-Undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). Di dalam KUHP, pengertian kekerasan diatur dalam Pasal 89 KUHP yang menyatakan bahwa”membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan”.

 MACAM-MACAM BENTUK KDRT
Dalam kaitan itu penulis condong memakai bentuk-bentuk sesuai dalam UU No. 23 Tahun 2004.
Kristi E Purwandari dan Archie Sudiarti Luhulima mengemukakan
beberapa bentuk kekerasan sebagai berikut:

a. Kekerasan fisik , seperti : memukul, menampar, mencekik dan sebagainya.
b. Kekerasan psikologis, seperti : berteriak, menyumpah, mengancam, melecehkan dan sebagainya.
c.Kekerasan seksual, seperti : melakukan tindakan yang mengarahkeajakan/desakan seksual seperti menyentuh, mencium, memaksa berhubungan seks tanpa persetujuan korban dan lain sebagainya.
d. Kekerasan finansial, seperti : mengambil barang korban, menahan atau tidak memberikan pemenuhan kebutuhan finansial dan sebagainya.
e. Kekerasan spiritual, seperti : merendahkan keyakinan dan kepercayaan korban, memaksa korban mempraktekan ritual dan keyakinan tertentu
(Kristi E. Purwandari, 2002: 11).

Ada pendapat lain dari beberapa aktivis perempuan, bentuk-bentuk kekerasan adalah :
Kekerasan Fisik & Psikis : kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, dan atau luka berat, sementara kekerasan psikis didefinisikan sebagai perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, dan mengakibatkan rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

Kekerasan seksual : meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut dan pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Hal ini juga menyangkut perkosaan dalam rumah tangga (marital rape).

Penelantaran rumah tangga : adalah suatu keadaan yang menyebabkan pelarangan untuk bekerja, pemaksaan bekerja atau eksploitasi. Hal ini penting diatur karena faktanya ditemukan banyak kekerasan berdimensi ekonomi dalam rumah tangga, yang antara lain menyebabkan korban tidak boleh bekerja tetapi tidak diberikan nafkah layak, pengambilalihan aset ekonomi milik korban, serta eksploitasi berupa pemaksaan melakukan pekerjaan tertentu.

Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam
Rumah Tangga.

1. Kemandirian ekonomi istri. Secara umum ketergantungan istri terhadap suami dapat menjadi penyebab terjadinya kekerasan, akan tetapi tidak sepenuhnya demikian karena kemandirian istri juga dapat menyebabkan istri menerima kekerasan oleh suami.
2. Karena pekerjaan istri. Istri bekerja di luar rumah dapat menyebabkan istri menjadi korban kekerasan.
3. Perselingkuhan suami. Perselingkuhan suami dengan perempuan lain atau suami kawin lagi dapat melakukan kekerasan terhadap istri.
4. Campur tangan pihak ketiga. Campur tangan anggota keluarga dari pihak suami, terutama ibu mertua dapat menyebabkan suami melakukan kekerasan terhadap istri.
5. Pemahaman yang salah terhadap ajaran agama. Pemahaman ajaran
agama yang salah dapat menyebabkan timbulnya kekerasan terhadap
perempuan dalam rumah tangga.

Sementara itu Aina Rumiati Azis mengemukakan faktor-faktor penyebab
terjadinya kekerasan terhadap perempuan yaitu :

1. Budaya patriarki yang mendudukan laki—laki sebagai mahluk superior dan perempuan sebagai mahluk interior.
2. Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama sehingga menganggap laki-laki boleh menguasai perempuan.
3. Peniruan anak laki-laki yang hidup bersama ayah yang suka memukul, biasanya akan meniru perilaku ayahnya (Aina Rumiati Aziz, 2002: 2)

Berkaitan dengan faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap
perempuan, Sukerti mengemukakan sebagai berikut :
1. Karena suami cemburu.
2. Suami merasa berkuasa.
3. Suami mempunyai selingkuhan dan kawin lagi tanpa ijin.
4. Ikut campurnya pihak ketiga (mertua).
5. Suami memang suka berlaku kasar (faktor keturunan).
6. Karena suami suka berjudi (Sukerti, 2005: 84).

Pelaku KDRT
Sebagian besar pelaku KDRT berjenis kelamin lakilaki. Survei menunjukkan bahwa 20-30% pria pernah melakukan kekerasan fisik paling tidak satu kali dalam setahun terakhir. Lakilaki yang secara rutin melakukan kekerasan secara psikologis dan yang bersifat mengontrol jumlahnya lebih sedikit, kemungkinan 5% dari jumlah pria yang sudah berumah tangga.

Pelaku KDRT dapat dibedakan menjadi tiga tipe:
cyclically emotional volatile perpetrators. Pelaku KDRT jenis ini mempunyai ketergantungan terhadap keberadaan pasangannya. Pada dirinya telah berkembang suatu pola peningkatan emosi yang diikuti dengan aksi agresif terhadap pasangan .Bila pelaku memulai dengan kekerasan psikologis, kekerasan tersebut dapat berlanjut pada kekerasan fisik yang berat.
Overcontrolled perpetrators. Pelaku jenis ini yaitu kelompok yang pada dirinya telah terbentuk pola kontrol yang lebih mengarah kepada kontrol psikologis daripada kekerasan fisik.

psychopathic perpetrators. Pelaku yang pada dirinya tidak terbentuk hubungan emosi atau rasa penyesalan, dan cenderung terlibat juga dalam kekerasan antar pria ataupun perilaku criminal lainnya.
Teori gender yang berpengaruh dalam perbincangan persoalan gender :
1. Teori Psikoanalisa atau identifikasi (Sigmund Freud).
Teori ini mengungkapkan bahwa perilaku dan kepribadian laki-laki dan perempuan sejak awal ditentukan oleh perkembangan seksualitas.
2. Teori Strukturalis-Fungsionalism (Hilary M. Lip, Linda Lindsey,R.Dahrendolf).
Teori ini mencari unsur-unsur mendasar yang berpengaruh didalam suatu masyarakat, mendefinisikan fungsi setiap unsur dan menerangkan bagaimana fungsi unsur-unsur tersebut dalam masyarakat.
3. Teori Konflik (Karl Mark, Friedrich Engels).
Mengemukakan bahwa perbedaan dan ketimpangan gender antara laki-laki dan perempuan tidak disebabkan perbedaan biologis, tetapi merupakan bagian dari penindasan kelas yang berkuasa dalam relasi produksi yang diterapkan dalam konsep keluarga.
4. Teori Feminisme.
a. Feminis Liberal (Margaret Fuller, Harriet Martineau, Angelina Grimke, Susan Anthony).
Mengakui organ reproduksi merupakan konsekwensi, teori ini menekankan bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan seimbang dan serasi.


b. Feminis Marxis-Sosialis (Clara Zetkin dan Rosa Luxemburg).
Berupaya menghilangkan struktur kelas dalam masyarakat berdasarkan jenis kelamin dengan melontarkan issue bahwa ketimpangan adalah faktor budaya alam.
c. Feminis Radikal.
Menggugat semua yang berbau patriarki, bahkan yang ekstrem berpendapat tidak membutuhkan laki-laki, dalam kepuasan seksual juga dapat diperoleh dari sesama perempuan, mentolerir praktek lesbian.
5. Teori Sosio-Biologis (Pierre Van Den Berghe, Lionel Tiger dan Robin Fox).
Gabungan faktor biologis dan sosial menyebabkan laki-laki lebih unggul dari pada perempuan. Fungsi reproduksi dianggap penghambat untuk mengimbangi kekuatan dan peran laki-laki.
Ketidakadilan Gender
Merupakan bentuk perbedaan perlakuan berdasarkan alasan gender, seperti pembatasan peran, penyingkiran atau pilih kasih.
Ketidakadilan gender dapat bersifat :
a. Langsung.
Perbedaan perlakuan secara terbuka, baik disebabkan perilaku atau sikap norma/nilai maupun aturan yang berlaku.
b.Tidak Langsung.
Seperti peraturan sama, tetapi pelaksanaannya menguntungkan jenis kelamin tertentu.


c. Sistemik.
Ketidakadilan yang berakar dalam sejarah atau struktur masyarakat yang mewariskan keadaan yang bersifat membeda-bedakan.
Adapun bentuk diskriminasi gender :
a. Marginaslisasi (peminggiran), biasa dalam bidang ekonomi.
b. Subordinasi (penomorduaan), menganggap perempuan lemah.
c. Stereotype (citra buruk), serangan fisik dan psyikis.
d. Beban kerja berlebihan.
Prinsip-prinsip kesetaraan (dalam buku perempuan dalam pasungan) :
1. (Adam dan Hawa) sama-sama menjadi hamba dan khalifah dibumi, termaktub dalam Al-Quran surat Az-Zariyat (51) : 56, Al-Hujarat (49) : 13, An-Nahl(16) : 97, Al-An’am (7) : 165, Al-Baqarah (2) : 30.
2. (Adam dan Hawa) sama-sama terlibat secara aktif dalam drama kosmis.
a. Keduanya diciptakan disurga dan memanfaatkan surga. (Al-Baqarah (2) : 35).
b. Keduanya mendapat kualitas godaan yang sama dari setan (Al-A’raf (7) : 20).
c. Keduanya makan buah kuldi dan sama-sama menerima akibat jatuh dibumi (Al-A’raf (7) : 22).
d. Keduanya mohon ampun dan sama-sama diampuni (Al-A’raf (7) : 23).
3. Laki-laki dan perempuan sama-sama menerima perjanjian primordial, berikrar akan keberadaan Tuhan (Al-A’raf (7) : 172).
4. Sama-sama berpotensi meraih prestasi, (Ali-Imran (3) : 195, An-Nissa (4) : 124, Al-An’am (6) : 97, Al-Mukmin (40) : 40).


 KORBAN KDRT
Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Akar kekerasan terhadap perempuan karena adanya budaya dominasi lakilaki
terhadap perempuan atau budaya patriarki. Dalam struktur dominasi laki-laki
ini kekerasan seringkali digunakan oleh laki-laki untuk memenangkan perbedaan
pendapat, untuk menyatakan rasa tidak puas dan kadangkala untuk
mendemontrasikan dominasi semata-mata.Kekerasan terhadap perempuan sering tidak dinggap sebagai masalahbesar atau masalah sosial karena hal itu merupakan urusan rumah tangga yangbersangkutan dan orang lain tidak perlu ikut campur tangan. Dalam kaitan itu sesuai dengan pendapat Susan L. Miler, yang mengatakan bahwa kejahatan dari kekerasan rumah tangga sudah merupakan suatu yang rahasia, dianggap sesuatu yang sifatnya pribadi dan bukan merupakan masal sosial (Susan L. Miler, 2000:289). Walaupun adanya pandangan seperti tersebut di atas tidak berarti menjadikan alasan untuk tidak memberikan perlindungan hukum yang memadai terhadap perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.

Bagi korban KDRT undang-undang telah mengatur akan hak-hak yang dapat dituntut kepada pelakunya, antara lain :
a).Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya maupun atas penetapan perintah perlindungan dari pengadilan ;
b).Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis ;
c). Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban ;
d).Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum ; dan
e).Pelayanan bimbingan rohani. Selain itu korban KDRT juga berhak untuk mendapatkan pelayanan demi pemulihan korban dari, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping dan/atau pembimbing rohani. (vide, pasal 10 UU No.23 tahun 2004 tentang PKDRT).

Dalam UU PKDRT Pemerintah mempunyai kewajiban, yaitu :
a).Merumuskan kebijakan penghapusan KDRT ;
b). Menyelenggarakan komunikasi, informasi dan edukasi tentang KDRT ;
c). Menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang KDRT ; dan
d). Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif jender, dan isu KDRT serta menetapkan standard dan akreditasi pelayanan yang sensitif jender.

















BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Setelah membaca ulasan diatas, kita dapat mengetahui makna dari hakikat rumah tangga sebagai unit terkecil dalam masyarakat. Kita dapat mengetahui definisi rumah tangga dalam berbagai perspektif, serta masalah-masalah apa saja yang ada dalam rumah tangga tersebut. Kita dapat sedikit menengok tentang masalah KDRT dan solusi-solusinya,dapat mengetahui KDRT dalam perspektif teori gender. Pengetahuan serta pemahaman kita tentang rumah tangga dan KDRT bertambah, tentu hal ini sangat bermanfaat bagi masa depan kita.

KRITIK DAN SARAN

“Tak ada gading yang tak retak”, itulah sekiranya ungkapan yang tepat untuk penulis,yang dalam kepenulisan makalah ini masih ada kurang sana-sini. Kritik dan saran yang konstruktif sangat diharapkan dari para pembaca yang budiman, agar penulis bisa lebih baik ke depannya. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.











DAFTAR PUSTAKA

Lawan, Robert M.Z, 1999. Materi Pengantar Sosiologi 1-9. Jakarta: Depdikbud
Mahmud Marzuki, Peter, Prof., Dr., SH.,MS.,LL.M. 2008. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
www.alsofwah.or.id ; E-mail: info@alsofwah.or.id
Yunita, Ninit, 2005. Test Pack. Jakarta: Gagas Media
Soeroso,R, S.H.,2004. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika
Arivia, Gadis, 2003, Filsafat Bersfektif Feminis, Yayasan Jurnal Perempuan,
Jakarta.
Marx, 1987, Pendekatan Sosiologis Terhadap Hukum, Editor Adam Padgorecki,
Christoper J. Whelan, Bina Aksara, Jakarta.
Miler, Susan L., 2000, “Arres Policies for Domestic Violence and Their
Implication for Baterred” dalam It is a Crime, Women and Justice, Roslyn
Sukerti, Ni Nyoman, 2005, “Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah
Tangga : Kajian Dari Perspektif Hukum Dan Gender (Studi Kasus Di KotaDenapasr)”, Tesis, Program Pascasarjana, Universitas Udayana.
Purwandar, Kristi E., 2002, “Kekerasan Terhadap Perempuan: Tinjauan Psikologis Feminis”, dalam Pemahaman Bentuk-Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Alternatif Pemecahannya, Editor Archie
................., 2005, “Kekerasan DalamRumah Tangga”, www.terangdunia.com.
Brook, Gary B; O'Neil, J.M.,; Men in Families : Old Constraints, New Possibilities (hal 252-279); dalam Levant &Pollack (ed); A New Psychology of Man; Basic Books.
Myers; 1996; Social Psychology; The McGraw-Hill Companies, Inc
Faruk HT; 1997; Pendekar Wanita di Goa Hantu; dalam Abdullah, Irwan (ed); Sangkan Paran Gender; Yogyakarta: Pustaka Pelajar.